MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN
1. MASYARAKAT PERKOTAAN,
ASPEK-ASPEK POSITIF DAN NEGATIF
A.
PENGERTIAN MASYARAKAT
Sebelum
kita bicara lebih lanjut masalah masyarakat,
baiklah kita tinjau dulu definisi
tentang masyarakat. Definisi adalah
uraian ringkas untuk
memberikan batasan-batasan
mengenai sesuatu persoalan atau pengertian ditinjau daripada analisis. Analisis
Inilah yang memberikan arti yang
jernih dan kokoh dari sesuatu
pengertian.
Mengenai arti
masyarakat, baiklah di
sini kita kemukakan
beberapa definisi mengenai
masyarakat dari para
sarjana, seperti misalnya :
1) R. Linton: Seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok
manusia yang telaha cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga
mereka ini dapat
mengorganisasikan dirinya
berpikir tentang dirinya
dalam satu kesatuan sosial dengan
batas-batas tertentu.
2) M.J.
Herskovits : Mengatakan
bahwa masyarakat adalah
kelompok individu yang
diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup tertentu.
3) J.L.
Gillin dan J.P.
Gillin : Mengatakan
bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar dan
mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan
yang sarna. Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil.
4) S.R.
Steinmetz: Seorang sosiolog
bangsa Belanda mengatakan,
bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yanag meliputi
pengelompokan-pengelompokan manusia yang
lebih kecil, yang mempunyai perhubungan
yang erat ada teratur.
5) Hasan Shadily : mendefinisikan masyarakat
adalah golongan besar atau kecil
dari beberapa manusia, yang dengan pengaruh bertalian secara golongan dan mempunyai
pengaruh kebatinan satusama
lain.
Kalau
kita mengikuti definisi Linton,
maka masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu,
yang telah lama
hidup dan bekerja sarna dalam waktu yang
cukup lama. Kelompok
manusia yang dimaksud
di atas yang belum terorganisasikan mengalami
proses yang fundamental, yaitu :
a) Adaptasi
dan organisasi dari
tingkah laku para
anggota.
b) Timbul
perasaan berkelompok secara
lambat laun atau I
esprit de cerpa.
Proses ini
biasanya tanpa disadari
dan diikuti oleh
semua anggota kelompok dalam
suasana trial and
error. Dari uraian
terse but di atas
dapat kita lihat bahwa
masyarakat dapat mempunyai
arti yang luas
dan arti yang sempit.
Dalam arti luas masyarakat
dimaksud keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup
bersama dan tidak
dibatasi oleh lingkungan, bangsa
dan sebagainya. Atau dengan
kat a lain: kebulatan dari
semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam
arti sempit masyarakat
dimaksud sekelompok
manusia yang dibatasi
oleh aspek-aspek tertentu,
misalnya teritorial, bangsa, golongan dan
sebagainya. Umpama : ada
masyarakat Jawa, ada
masyarakat Sunda, masyarakat Minang, masyarakat
mahasiswa,masyarakat petani,
dan sebagainya, dipakailah
kata masyarakat itu
dalam arti sempit.
Mengingat definisi-definisi masyarakat atersebut di
atas maka dapat diambil kesimpulan,
bahwa masyarakat harus
mempunyai syarat-syarat sebagai berikut :
a) Harus ada pengumpulan manusia,
dan harus banyak,
bukan pengumpulan binatang;
b) Telah
bertempat tinggal dalam
waktu yang lama
di suatu daerah tertentu;
c) Adanya aturan-aturan atau
undang-undang yang mengatur
mereka untuk menuju kepada
kepentingan dan tujuan
bersama.
Dipandang dari
cara terbentuknya, masyarakat dapat
dibagi dalam :
1) Masyarakat paksaan,
misalnya : negara, masyarakat
tawanan dan lain
lain.
2) Masyarakat merdeka,
yang terbagi dalam :
(a) Masyarakat
natuur, yaitu masyarakat
yang terjadi dengan
sendirinya, seperti
gerombolan (horde), suku
(starn), yang bertalian
karena hubungan darah atau
keturunan. Dan biasanya
masih sederhana sekali
kebudayaannya.
(b) Masyarakat
kultur, yaitu masyarakat
yang terjadi karen a kepentingan
Apabila kita
berbicara tentang masyaruk
at. terutama jika
kita mengemukakannya
dari sudut antropologi, maka
kita mempunyai
kecenderungan untuk melihat
'2 tipe masyarakat
:
Pertama, satu
masyarakat kecil yang
belum begitu kompleks,
yang belum mengenal pembagian
kerja, belum mengenal
struktur dan aspek-aspeknya masih dapat
dipelajari sebagai satu
kesatuan.
Kedua, masyarakat
yang sudah kompleks.
yang sudah jauh
menjalankan spesialisasi
dalam segala bidang.
karena ilmu pengetahuan modern
sudah maju, teknologi maju.
sudah mengenal tulisan.
satu masyarakat yang
sukar diselidiki dengan baik
dan didekati sebagian
saja.
Sebenarnya
pembagian masyarakat dalarn
2 tipe itu hanya untuk keperluan penyelidikan saja.
Dalam satu mas a
sejarah antropologi, masyarakat yang sederhana itu
menjadi obyek penyelidikan dari
antropologi, khususnya
antropologi sosial. Sedang
masyarakat yang kompleks.
adalah terjadi obyek penyelidikan sosiologi. Sekarang ruang
lingkup penyelidikan antropologi dan
sosiologi tidak mempunyai batas-batas yang jelas. Hanya
pada metode-metode penyelidikan ada beberapa
perbedaan. Antropologi sosial
mengarahkan penyelidikannya
ke arah
perkotaan, sedang sosiologi
melebarkan studinya ke daerah
pedesaan. Sebenarnya dua
tipe masyarakat itu berbeda
secara gradual saja,
bukan secara prinsipil.
B.
MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat
perkotaan sering disebut juga
urban community. Pengertian
masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya
serta ciri-ciri kehidupannya
yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan.
Perhatian
khusus masyarakat kota
tidak terbatas pada
aspek-aspek seperti
pakaian, makanan dan
peru mahan. tetapi rnempunyai
perhatian lebih luas lagi.
Orang-orang kota sudah
memandang penggunaan kebutuhan hidup, artinya oleh
hanya sekadarnya atau
apa adanya. Hal
ini disebabkan oleh karena pandangan
warga kota sekitarnya. Kalau
menghidangkan makanan
misalnya, yang diutamakan
adalah bahwa yang menghidangkannya mempunyai kedudukan sosial
yang tinggi. Bila
ada tamu misalnya, diusahakan menghidangkan makanan-makanan yang
ada dalam kaleng. Pada
orang-orang desa ada kesan,
bahwa mereka masak
makanan itu sendiri
tanpa memperdulikan apakah
tamu-tamunya suka at au
tidak. Pada orang
kota, makanan yang dihidangkan harus kelihatan mewah dan
tempat penghidangannya
juga harus mewah
dan terhormat. Di sini
terlihat perbedaan
penilaian. Orang desa
memandang makanan sebagai
suatu alat rnemenuhi kebutuhan biologis,
sedangkan pada orang
kota, makanan sebagai
alat untuk memenuhi kebutuhan
so sial. Dernikian pula
masalah pakaian, orang
kota memandang pakaian pun
sebagai alat kebutuhan
sosial. Bahkan pakaian
yang dipakai merupakan perwujudan dari
kedudukan sosial si
pemakai.
C. PERBEDAAN DESA DAN KOTA
Ada
beberapa ciri yang
dapat dipergunakan sebagai
petunjuk untuk membedakan antara
desa dan kota. Dengan melihat
pcrbedaan-perbedaan yang
ada mudah-rnudahan akan
dapat mengurangi kesulitan
dalam menentukan apakah suatu
masyarakat dapat disebut
sebagai masyarakat pedesaan
atau masyarakat perkotaan.
Ciri-ciri tersebut
antara lain:
1) jumlah
dan kepadatan penduduk;
2)
lingkungan hidup;
3)
mata pencaharian;
4)
corak kehidupan sosial;
5)
stratifikasi sosial;
6)
mobilitas sosial;
7)
pola interaksi sosial;
8)
solidaritas sosial; dan
9)
kedudukan dalam hierarki
sistem administrasi nasional.
Meskipun
tidak ada ukuran
pasti, kota memiliki
penduduk yanag jumlahnya lebih
ban yak dibandingkan desa.
Hal ini mempunyai
kaitan erat dengan kepadatan
penduduk, yaitu jumlah
penduduk yang tinggal
pada suatu luas wilayah
tertentu, misalnya saja jumlah
per KM " (kilometer persegi)
atau jumlah per hektar.
Kepadatan penduduk ini
mempunyai pengaruh yang
besar terhadap pol a pembangunan perumahan. Di
desa jumlah penduduk
sedikit, tanah untuk keperluan
perumahan cenderung ke
arah horisontal, jarang
ada bangunan rumah bertingkat. J adi
karena pelebaran samping tidak memungkinkan maka
untuk memenuhi bertambahnya kebutuhan
perumahan, pengembangannya
mengarah ke atas.
Lingkungan hidup
di pedesaan sangat jauh
berbeda dengan di perkotaan. Lingkungan pedesaan
terasa lebih dekat
dengan alam bebas.
Udaranya bersih, sinar matahari
cukup, tanahnya segar
diselimuti berbagai jenis
tumbuh tumbuhan dan berbagai
satwa yang terdapat
di sela-sela pepohonan, di permukaan tanah,
di rongga-rongga bawah
tanah ataupun berterbangan di udara
bebas. Air yang
menetes, merembes atau
memancar dari sumber sumbernya dan
kemudian mengalir melalui
anak-anak sungai mengairi
petak petak persawahan. Semua
ini sangat berlainan
dengan Iingkungan perkotaan yang sebagian
besar dilapisi beton
dan aspal. Bangunan
– bangunan menjulang tinggi saling berdesak – desakan dan kadang – kadang
berdampingan dan berhimpitan dengan gubug – gubug liar dan pemukiman yang
padat.
2. HUBUNGAN
DESA DAN KOTA.
Masyarakat
pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali
satu sama lain.
Bahkan dalam keadaan
yang wajar di
antara keduanya terdapat hubungan
yang erat, bersifat ketergantungan, karena
di antara mereka saling
membutuhkan. Kota tergantung
pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan
bahan-bahan pangan seperti beras, sayur mayur, daging dan ikan.Desa juga
merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis jenis pekerjaan tertentu di kota,
misalnya saja buruh bangunan dalam proyek proyek perumahan,
proyek pembangunan at au
perbaikan jalan raya
atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah
pekerja-pekerja musiman. Pada saat
musim tan am mereta,
sibuk bekerja di
sawah. Bila pekerjaan di bidang
pertanian mulai menyurut,
sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota terdekat
untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
Sebaliknya, kota
menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh orang desa seperti
bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak
tanah, obat-obatan untuk memelihara kesehatan dan alat transportasi. Kota juga
menyediakan tenaga-tenaga yang
melayani bidang bidang jasa yang
dibutuhkan oleh orang desa tetapi tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya
saja tenaga-tenaga di bidang medis atau
kesehatan, montir montir, elektronika
dan alat transportasi serta tenaga yang mampu memberikan bimbingan dalam
upaya peningkatan hasil budi daya pertanian, peternakan ataupun perikanan
darat. Dalam
kenyataannya hal ideal
tersebut kadang-kadang tidak
terwujud karena adanya beberapa
pembatas. Jumlah penduduk
semakin meningkat, tidak
terkecuali di pedesaan. Padahal,
luas lahan pertanian sulit
bertambah,
terutama di
daerah yang sudah
lama berkembang seperti
pulau Jawa.
Peningkatan
hasil pertanian hanya
dapat diusahakan melalui
intensifikasi budi daya di
bidang ini. Akan
tetapi, pertambahan hasil
pangan yang diperoleh melalui upaya
intensifikasi ini, tidak
sebanding dengan pertambahan jumlah penduduk, sehingga
pada suatu saat
hasil pertanian suatu
daerah pedesaan hanya cukup
untuk me menu hi kebutuhan penduduknya saja,
tidak kelebihan yang dapat
dijual lagi. Dalam
keadaan semacam ini,
kotaterpaksa memenuhi
kebutuhan pangannya dari
daerah lain, bahkan
kadang-kadang terpaksa
mengimpor dari luar
negeri. Peningkatan jumlah
penduduk tanpa diimbangi dengan perluasan
kesempatan kerja ini
pada akhirnya berakibat
bahwa di pedesaan terdapat
banyak orang yang
tidak mempunyai mata
pencaharian tetap. Mereka ini
merupakan kelompok pengangguran, baik
sebagai pengangguran penuh maupun
setengah pengangguran.
3. ASPEK POSITIF DAN NEGATIF
Untuk
menunjang aktivitas warganya
serta untuk memberikan
suasana aman, tenteram dan nyaman pada warganya, kota dihadapkan pada
keharusan menyediakan berbagai fasilitas kehidupan dan keharusan untuk
mengatasi berbagai masalah yang
timbul sebagai akibat
aktivitas warganya. Dengan kata lain kota harus berkembang.
Perkembangan
kota merupakan manifestasi
dari pola kehidupan sosial,
ekonomi, kebudayaan dan politik.
Kesemuanya ini akan dicerminkan dalam komponen-komponen yang membentuk struktur kota tersebut. lumlah
dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhan
kota tersebut. Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan,
seyogyanya mengandung 5 unsur yang meliputi :
a) Wisma
: Unsur ini merupakan
bagian ruang kota
yang dipergunakan untuk tempat
berlindung terhadap alam sekelilingnya,
serta untuk melangsungkan
kegiatan-kegiatan sosial dalam
keluarga. Unsur wisma ini mengharapkan :
1) Dapat mengembangkan daerah
peru mahan penduduk yang
sesuai pertambahan kebutuhan penduduk
untuk masa mendatang;
2) Memperbaiki keadaan
lingkungan perumahan yang
telah ada agar dapat mencapai standar mutu kehidupan
yang layak, dan memberikan nilai-nilai
lingkungan yang aman dan
menyenangkan.
b) Karya: Unsur
ini merupakan syarat
yang utama bagi eksistensi
suatu kota, karena unsur
ini merupakan jaminan bagi
kehidupan bermasyarakat.
Penyediaan lapangan
kerja bagi suatu
kota dapat dilakukan
dengan cara menyediakan ruang; misalnya
bagi kegiatan perindustrian, perdagangan, pelabuhan, terminal
serta kegiatan-kegiatan kerja
lainnya.
c) Marga: Unsur
ini merupakan ruang
perkotaan yang berfungsi
untuk menyelenggarakan hubungan antara
suatu tempat dengan
tempat lainnya di dalam kota
(hubungan internal), serta
hubungan an tara kota
itu dengan kota-kota atau daerah
lainnya (hubungan eksternal). Di
dalam unsur ini termasuk :
1) Usaha
pengembangan jaringan jalan
dan fasilitas-fasilitasnya (termi nal, parkir,
dan lain-lain) yang
memungkinkan pemberian pelayanan seefisien mungkin;
2) Pengembangan jaringan
telekomunikasi sebagai suatu
bagian dari sistem transportasi dan
komunikasi kota secara
keseluruhan.
d) Suka: Unsur
ini merupakan bagian
dari ruang perkantoran untuk memenuhi kebutuhan
penduduk akan fasilitas-fasilitas hiburan,
rekreasi, pertamanan,kebudayaan
dan kesenian.
e) Penyempurnaan: Unsur
ini merupakan bagian
yang penting bagi
suatu kota, tetapi belum
secara tepat tercakup
ke dalam ke empat unsur
di atas, termasuk fasilitas keagamaan,
pekuburan kota, fasilitas
pendidikan dan kesehatan, jaringan
utilitas umum.
Kelima
unsur pokok ini merupakan pola
pokok dari kornponen-komponen
perkotaan yang kuantitas dan
kualitasnya kemudian dirinci
di dalam perencanaan suatu
kota tertentu sesuai dengan
tuntutan kebutuhan yang spesifik untuk kota
terse but pada saat
sekarang dan masa
yang akan datang.
Pemecahan
masalah-masalah tersebut atau pencapaian persyaratan
di atas, hendaknya
dituangkan dalam suatu
kebijaksanaan dasar yang
dikaitkan dengan
pengembangan wilayah dan
interaksi kota dan
sekitamya secara berimbang dan
harmonis. Untuk itu
semua, maka fungsi
dan tugas aparatur
Pemerintah Kota harus ditingkatkan :
1) Aparatur kota
harus dapat menangani
pelbagai masalah yang
timbul di kota. Untuk
itu, maka pengetahuan tentang
administrasi kota dan perencanaankota harus
dimilikinya;
2) Kelancaran dalam
pelaksanaan pembangunan dan
pengaturan tata kat a harus
dikerjakan dengan cepat
dan tepat, agar
tidak disusul dengan masalah lainnya;
3) Masalah keamanan
kota harus dapat
ditangani dengan baik
sebab kalau tidak, maka
kegelisahan penduduk akan
menimbulkan masalah baru;
4) Dalarn
rangka pemekaran kota, harus
ditingkatkan kerjasama yang baik antara para pemimpin di kota dengan
para pemimpin di tingkat Kabupaten, tetapi juga
dapat bermanfaat bagi
wilayah Kabuaten di sekitarnya.
Oleh
karena itu maka kebijaksanaan perencanaan
dan mengembangkan kota harus dapat dilihat dalam kerangka pendekatan
yang luas yaitu pendekatan regional. Rumusan pengembangan kota seperti itu
tergambar dalam pendekatan penanganan
masalah kota sebagai berikut :
1) Menekan angka kelahiran;
2) Mengalihkan
pusat pembangunan pabrik (industri)
ke pinggiran kota;
3) Membendung
urbanisasi;
4) Mendirikan
kota satelit di mana
pembukaan usaha relatif rendah;
5) Meningkatkan fungsi
dan peranan kota-kota kecil
atau desa-desa yang telah ada di
sekitar kota besar;
6) Transmigrasi
bagi warga yang miskin dan tidak mempunyai pekerjaan.
Kota secara internal
pada hakikatnya merupakan satu organisme, yakni kesatuan integral
dari tiga komponen, meliputi
"Penduduk, kegiatan usaha dan wadah" ruang fisiknya.
Ketiganya saling berkait, pengaruh-mempengaruhi, oleh karenanya suatu pengembangan yang tidak seimbang antara ketiganya, akan
menimbulkan kondisi kota yang tidak positif, antara lain semakin
menurunnya kualitas hidup
masyarakat kota. Dengan
kat a lain, suatu perkembangan kota harus mengarah pada
penyesuaian lingkungan fisik ruang kota dengan perkembangan sosial dan kegiatan usaha masyarakat kota.
Di pihak lain, kota mempunyai juga peran/fungsi
esternal, yakni seberapa jauh
fungsi dan peran
kota tersebut dalam
kerangka wilayah dan
daerah daerah yang dilingkupi dan melingkupinya, baik dalam skala
regional maupun nasional. Dengan pengertian ini diharapkan bahwa suatu
pengembangan kota tidak mengarah
pad a satu organ
tersendiri yang terpisah
dengan daerah sekitarnya, karena
keduanya saling
pengaruh-mempengaruhi.
4.
MASYARAKAT PEDESAAN
A.
PENGERTIAN DESA/PEDESAAN
Yang
dimaksud dengan desa
menurut Sutardjo Kartohadikusuma mengemukakan sebagai berikut : Desa adalah suatu kesatuan hukum di mana
bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan
sendiri. Menurut
Bintarto desa merupakan
perwujudan atau kesatuan
geografi, sosial, ekonomi, politik
dan kultural yang
terdapat di situ
(suatu daerah) dalam hubungannya
dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain. Sedangkan menurut Paul H. Landis: Desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Dengan
ciri-cirinya sebagai berikut :
a) Mempunyai
pergaulan hidup yang saling kenai mengenal antara ribuan
jiwa.
b) Ada pertalian perasaan yang sarna tentang
kesukaan terhadap kebiasaan.
c) Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi
alam seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
Masyarakat
pedesaan ditandai dengan
pemilikan ikatan perasaan
batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap wargaJanggota
masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya, bahwa seseorang merasa merupakan
bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari masyarakat
di mana ia hidup dicintainya serta
mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi
masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat,
karena beranggapan sama sarna
sebagai anggota masyarakat yang saling mencintai saling menghormati,
mempunyai hak tanggung jawab yang sarna
terhadap keselamatan dan kebahagian bersama
di dalam masyarakat.
Adapun
yang menjadi ciri-ciri masyarakat pedesaan
antara lain sebagai berikut :
a) Di dalam masyarakat pedesaan di antara
warganya mempunyai hubungan yang
lebih mendalam dan
erat bila dibandingkan
dengan masyarakat pedesaan lainnya
di luar batas-batas
wilayahnya;
b) Sistem
kehidupan umumnya berkelompok dengan
dasar kekeluargaan
(Gemeinschaft at au
paguyuban).
c) Sebagian besar
warga masyarakat pedesaan hidup
dari pertanian.
Pekerjaan-pekerjaan yang
bukan pertanian merupakan
pekerjaan sambilan
(part time)
yang biasanya sebagai
pengisi waktu luang.
d) Masyarakat tersebut
homogen, seperti dalam
hal mata pencarian,
agama, adat-istiadat dan sebagainya.
Oleh
karena anggota masyarakat
mempunyai kepentingan pokok
yang hampir sarna, maka
mereka selalu bekerja
sarna untuk mencapai kepentingan kepentingan mereka. Seperti
pada waktu mendirikan
rumah, upacara pesta perkawinan, memperbaiki jalan
dcsa, membuat saluran
air dan sebagainya, dalam hal-hal
tersebut mereka akan
selalu bekerjasama. Bentuk-bentuk kerjasama dalam
masyarakat sering diistilahkan dengan gotong royong
dan tolong-menolong. Pekerjaan gotong-royong pada
waktu sekarang lebih populer
dengan istilah kerja bakti
misalnya memperbaiki jalan,
saluran air, menjaga
keamanan desa (ronda malam)
dan sebagainya.
Sedang mengenai
macamnya pekerjaan gotong-royong (kerja
bakti) itu ada dua
macam, yaitu :
a) Kerja
bersama untuk pekerjaan-pekerjaan yang
timbulnya dari inisiatif warga masyarakat
itu sendiri (biasanya
diistilahkan dari bawah).
b) Kerjasama untuk
pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidak
timbul dari masyarakat itu
sendiri berasal dari
luar (biasanya berasal
dari atas).
Kerjasama jenis
pertama bias any a, sungguh-sungguh dirasakan kegunaannya bagi mereka,
sedang jenis kedua biasanya
sering kurang dipahami kegunaannya.
B. HAKIKAT DAN SIFAT MASYARAKAT PEDESAAN
Seperti dikemukakan
oleh para ahli atau sumber bahwa masyarakat In donesia
lebih dari 80%
tinggal di pedesaan
dengan mata pencarian
yang bersifat agraris. Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya
dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai
masyarakat tentang damai, harmonis
yaitu masyarakat yang
adem ayem, sehingga
oleh orang kota dianggap sebagai
ternpat untuk melepaskan
lelah dari segala
kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan pikir.
Maka tidak jarang orang kota melepaskan segala
kelelahan dan kekusutan pikir tersebut
pergilah mereka ke luar kota,
karena merupakan tempat yang adem ayem, penuh ketenangan. Tetapi
sebetulnya ketenangan masyarakat pedesaan itu hanyalah terbawa oleh sifat
masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonies diistilahkan dengan masyarakat
gemeinschaft (paguyuban). Jadi Paguyuban masyarakat itulah yang menyebabkan
orang-orang kota menilai sebagai masyarakat itu tenang
harmonis, rukun dan
damai dengan julukan
masyarakat yang adem ayem.
Tetapi sebenarnya di dalam masyarakat pedesaan kita
ini mengenal bermacam-macam gejala, khususnya
hal ini merupakan
sebab-sebab bahwa di dalam
masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial.
Menurut Mubiyarto petani
Indonesia mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a) Petani
itu tidak kolot, tidak
bodoh atau tidak
malas. Mereka sudah
bekerja keras sebisa-bisanya agar
tidak mati kelaparan.
b) Sifat
hidup penduduk desa
at au para petani kecil
(petani gurem) dengan
rata-rata luas sawah
± 0,5 ha yang
serba kekurangan adalah
nrimo (menyerah kepada takdir)
karena merasa tidak berdaya.
Melanjutkan
pandangan orang kota terhadap desa itu bukan tempat bekerja melainkan untuk ketentraman adalah tidak tepat karena justru bekerja keras merupakan kebiasaan
petani agar dapat hidup.
Menurut BF. Hosolitz
bahwa untuk membangun
suatu masyarakat yang ekonominya terbelakang
itu harus dapat menyediakan
suatu sistem perangsang yang dapat
menarik suatu aktivitas
warga masyarakat itu dan harus sedemikian rupa sehingga
dapat memperbesar kegiatan
orang bekerja, memperbesar keinginan orang
untuk menghernat, menabung,
keberanian mengambil resiko, dalam hal
mengubah seeara revolusioner eara-eara
yang lama yang
kurang produktif.
C. SISTEM NILAI BUDAYA PETANIINDONESIA
Para ahli
disinyalir bahwa di
kalangan petani pedesaan
ada suatu eara berfikir dan
mentalitas yang hidup
dan bersifat religio-magis.
Sistem nilai
budaya petani Indonesia
antara lain sebagai
berikut :
a) Para
petani di Indonesia
terutama di lawn
pada dasarnya menganggap bahwa hidupnya itu sebagai
sesuatu hal yang
buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi itu tidak berarti
bahwa ia harus menghindari hid up yang nyata
dan
menghindarkan
diri dengan bersembunyi di
dalam kebatinan atau dengan bertapa,
bahkan sebaliknya wajib
menyadari keburukan hidup itu dengan
jelas berlaku prihatin
dan kemudian sebaik baiknya dengan
penuh usaha atau
ikhtiar.
b) Mereka beranggapan bahwa
orang bekerja itu
untuk hidup, dan
kadang
kadang
untuk meneapai kedudukannya,
e) Mereka
berorientasi pada masa
ini (sekarang), kurang
memperdulikan masa depan, mereka kurang
mampu untuk itu. Bahkan
kadang-kadang ia rindu masa lampau,
mengenang kekayaan masa
lampau (menanti datangnya kembali
sang ratu adil yang
membawa kekayaan bagi
mereka).
d) Mereka
menganggap alam tidak
menakutkan bila ada
beneana alam at au bencana lain itu
hanya merupakan sesuatu
yang harus wajib
diterima kurang adanya agar peristiwa-peristiwa maeam
itu tidak berulang kembali. Mereka cukup saja dengan
menyesuaikan diri dengan alam,
kurang adanya usaha untuk
menguasainya.
e) Dan
untuk menghadapi alam
mereka cukup dengan
hidup bergotong royong, mereka
sadar bahwa dalam hidup
itu pada hakikatnya tergantung kepada sesamanya.
Mentalitas
para petani seperti
di atas perlu dikaji
dan diadakan penelitian dan pembahasan secara ilmiah dan mendalam agar dapat diarahkan kepada keberhasilan pembangunan yang
sekarang ini sedang
giat-giatnya kita laksanakan.
Kurang
lebih 81,2% dari
Wilayah Indonesia bertempat
tinggal di desa. Partisipasi masyarakat
pedesaan am at diperlukan bagi
hasilnya pembangunan dan
sekaligus akan dapat
meningkatkan penghidupan masyarakat
di pedesaan.
Setiap
Program Pembangunan desa
dimaksudkan untuk membantu,
dan memacu masyarakat desa
membangun pelbagai sarana
dan prasarana desa yang
diperlukan. Langkah ataupun
kebijaksanaan yang akan
diambil oleh pemerintah, dalam
melaksanakan pembangunan perlu
diletakkan dalam satu kesatuan dengan
daerah kota dalam
rangka pengembangan wilayah
yang terpadu.
D. UNSUR-UNSUR DESA
Daerah,
dalam arti tanah-tanah yang
produktif dan yang tidak,
beserta penggunaannya, termasuk
juga unsur lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis
setempat. Penduduk,
adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk
desa setempat. Tata
kehidupan, dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa.
Jadi menyangkut seluk-beluk kehidupan
masyarakat desa (rural society). Ketiga unsur
desa ini tidak lepas
satu sarna lain, artinya
tidak berdiri sendiri, melainkan
merupakan satu kesatuan. Unsur daerah, penduduk
dan tata kehidupan merupakan suatu kesatuan hidup atau "Living unit".
Unsur lain
yang termasuk unsur
desa yaitu, unsur
letak. Letak suatu
desa pada umumnya selalu
jauh dari kota
at au dari pusat
pusat keramaian. Peninjauan ke desa-desa atau perjalanan ke desa
sarna artinya dengan menjahui kehidupan di
kota dan lebih
mendekati daerah-daerah yang
monoton dan sunyi. Desa-desa yang
pad a perbatasan kota
mempunyai kemampuan
berkembang yang lebih
ban yak dari pad a desa-desa di
pedalaman.
Unsur
letak menentukan besar-kecilnya isolasi
suatu daerah terhadap daerah-daerah lainnya.Desa yang
terletak jauh dari
batasan kota mempunyai tanah-tanah pertanian
yang luas. Ini disebabkan karena
penggunaan tanahnya lebih banyak
dititik beratkan pada
tanaman pokok dan
beberapa tanaman
perdagangan ~aripada gedung-gedung atau
peru mahan. Penduduk
merupakan unsur yang
penting bagi desa.
"Potential man
power" terdapat di desa
yang masih terikat
hidupnya dalam bidang
pertanian.
Faktor lingkungan geografis memberi pengaruh juga
terhadap kegotongroyongan
ini misalnya saja:
a. Faktor
topografi setempat
yang memberikan suatu
ajang hid up dan suatu bentuk
adaptasi kepada penduduk.
b. Faktor
iklim yang dapat
memberikan pengaruh positif
maupun negatif terhadap penduduk
terutama petani-petaninya.
c. Faktor
bencana alam seperti
letusan gunung, gempa
bumi, banjir dan sebagainya yang harus dihadapi
dan dialami bersama.
Jadi persarnaan
nasib dan pengalaman menimbulkan hubungan
sosial yang akrab.
E. FUNGSI DESA
Pertama,
dalam hubungannya dengan kota,
maka desa yang merupakan "hinterland"
atau daerah dukung berfungsi sebagai
suatu daerah pemberian bahan
makanan pokok seperti padi, jagung, ketela, di samping bahan makanan lain seperti
kacang, kedelai, buah-buahan,
dan bahan makanan
lain yang berasal dari hewan.
Kedua,
desa ditinjau dari
sudut potensi ekonomi
berfungsi sebagai lumbung bahan
mentah (raw material) dan tenaga
kerja (man power) yang tidak kecil artinya.
Ketiga, dari segi kegiatan kerja (occupation) desa
dapat merupakan desa agraris, desa
manufaktur, desa industri, desa nelayan,
dan sebagainya.
Desa-desa di Jawa banyak berfungsi sebagai desa
agraris. Beberapa desa di Jawa sudah
dapat pula menunjukkan perkembangan-perkembangan yang baru, yaitu dengan timbulnya industri-industri kecil di daerah pedesaan dan rnerupakan "rural
industries".
Masyarakat
desa perkebunan adalah
produsen komoditi untuk
ekspor. Peranan mereka untuk meningkatkan
volume dan kualitas komoditi seperti kelapa sawit,
lada, kopi, teh, karet, dan
sebagainya tidak kalah pentingnya
dilihat dari segi usaha untuk
meningkatkan ekspor dan memperoleh devisa yang
diperlukan sebagai dana
guna mempercepat proses
pembangunan. Peningkatan
hasil dari ekspor
komoditi non minyak
berarti mengurangi ketergantungan kita
dari hasil ekspor
minyak, yang pada
gilirannya akan memperkuat ketahanan
ekonomi dalam rangka
pembinaan ketahanan nasional.
Dernikian pula
sarna pentingnya peranan dari
masyarakat desa pantai sebagai produsen
bahan pangan protein
tinggi. Peranan mereka
perlu ditingkatkan dan
dibina sedemikian rupa,
sehingga hasil usaha mereka
berupa ikan dan udang
tidak hanya melayani
kebutuhan konsumsi dalam
negeri, tetapi juga untuk
ekspor.
Keberhasilan
dalam menggali dan
mengembangkan potensi daerah pedesaan yang
bermacam-macam itu akan
memperkuat ketahanan secara nasional.
Wadah
pengorganisasian itu
sudah ada antara lain
yang disebut Lembaga Sosial Desa
yang kemudian fungsinya
disempurnakan serta ditingkatkan sejak akhir Maret
1980, dan namanya
diganti menjadi Lembaga
Ketahanan Masyarakat Desa berdasarkan
Keputusan Presiden No.28
Tahun 1980.
Dalam
keputusan itu an tara lain dikatakan bahwa
desa secara keseluruhan merupakan landasan
ketahanan nasional dan
perlu memiliki suatu
lembaga desa sebagai wadah
partisipasi masyarakat dalam
rangka pembangunan desa yang
menyeJuruh dan terpadu. Lembaga
demikian harus mampu
merencanakan dan
melaksanakan pembangunan di
desa sehingga dapat
mewujudkan ketahanan desa yang
mantap.
Desa
biasanya didiami oleh
beberapa ribu
orang saja, yang
sebagian besar masih keluarga/kerabat. Maka
sering kita jumpai
bahwa satu desa tersebut merupakan
satu saudara semua/kerabat. Untuk
mengatur hubungan
kekeluargaan menjadi lebih
de kat, maka kerabat
yang strukturnya sudah
jauh dikawinkan dengan keturunannya. Hal
ini disebabkan juga
oleh cakrawala pandangan orang
desa/hubungan orang desa
yang relatif terbatas.
Bagi desa yang subur,
biasanya jumlah penduduknya padat
misalnya : desa-desa
di pulau Jawa, Madura,
dan Bali. Hal
ini terjadi karena
banyaknya pendatang baru desa
lain di sekelilingnya. Dengan
pol a perkembangan penduduk
di desa seperti di
atas, pada umumnya
masyarakat desa merupakan
masyarakat yang homogen.
Hubungan
sosial pada masyarakat
desa terjadi secara
kekeluargaan, dan jauh menyangkut
masalah-masalah pribadi. Satu
dengan yang lain mengenal secara rap at,
menghayati secara mendasar.
Suka atau duka
yang dirasakan oleh salah
satu anggota akan
dirasakan oleh seluruh
anggota. Pertemuan
pertemuan dan kerja sarna untuk
kepentingan sosiallebih diutamakan
daripada kepentingan
individu. Segala kehidupan
sehari-hari diwarnai dengan
gotong royong. Misalnya mendirikan
rumah, mengerjakan sawah,
menggali sumur, maupun melayat
orang meninggal.
Dari
uraian di atas, maka
secara singkat ciri-ciri
masyarakat pedesaan di
Indonesia pada
umumnya dapat disimpulkan
sebagai beriktu :
(1) Homogenitas Sosial
Bahwa masyarakat
desa pada umumnya
terdiri dari satu
atau beberapa kekerabatan saja,
sehingga pola hidup
tingkah laku maupun
kebudayaan samalhomogen.
Oleh karen a itu hidup
di desa biasanya
terasa tenteram am an dan tenang.
Hal ini disebabkan
oleh pola pikir,
pola penyikap dan pola
pandangan yang sama
dari setiap warganya
dalam menghadapi suatu masalah. Kebersamaan, kesederhanaan keserasian dan kemanunggalan
selalu menjiwai
setiap warga masyarakat
desa tersebut.
(2) Hubungan
Primer
Pada masyarakat desa
hubungan kekeluargaan dilakukan secara musyawarah. Mulai
masalah-rnasalah umum/masalah bersama
sampai masalah pribadi. Anggota
masyarakat satu dengan
yang lain saling men genal secara
intim. Pada masyarakat
desa masalah kebersamaan dan gotong
royong sangat diutamakan,
walaupun secara materi
mungkin sangat kurang atau
tidak mengijinkan.
(3) Kontrol
Sosial yang Ketat
Di
atas dikemukakan bahwa
hubungan pad a masyarakat pedesaan
sangat intim dan diutamakan, sehingga
setiap anggota masyarakatnya saling mengetahui masalah
yang dihadapi anggota
yang lain. Bahkan
ikut mengurus terlalu jauh
masalah dan kepentingan
dari anggota masyarakat yang lain.
Kekurangan dari salah
satu anggota masyarakat, adalah merupakan kewajiban anggota yang
lain untuk menyoroti dan membenahinya.
(4) Gotong
Royong
Nilai-nilai gotong
royong pada masyarakat
pedesaan tumbuh dengan
subur dan membudaya. Semua
masalah kehidupan dilaksankaan secara
gotong royong, baik dalam
arti gotong royong
murni maupun gotong
royong timbal balik.
Gotong royong murni
dan sukarela misalnya :
melayat, mendirikan rumah dan
sebagainya. Sedangkan gotong
royong timbal balik misalnya :
mengerjakan sawah, nyumbang dalam
hajat tertentu dan sebagainya.
(5) Ikatan
Sosial
Setiap anggota
masyarakat desa diikat
dengan nilai-nilai adat
dan kebudayaan secara ketat.
Bagi anggota yang
tidak memenuhi norma
dan kaidah yang sudah
disepakati, akan dihukum
dan dikeluarkan dari
ikatan sosial dengan cara
mengucilkan/memencilkan.
Oleh karena itu
setiap anggota harus patuh
dan taat melaksanakan
aturan yang ditentukan.
Lebih lebih bagi anggota
yang baru datang,
ia akan diakui
menjadi anggota masyarakat tersebut
(ikatan sosial tersebut).
(6) Magis
Religius
Kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha
Esa bagi masyarakat
desa sangat mendalam. Bahkan
setiap kegiatan kehidupan
sehari-hari dijiwai bahkan diarahkan kepadanya. Sering
kita jumpai orang
Jawa mengadakan
selamatan-selamatan untuk meminta
rezeki, minta perlindungan, minta diampuni dan
sebagainya.
(7) Pola
Kehidupan
Masyarakat desa
bermata pencaharian di bidang
agraris, baik pertanian, perkebunan, perikanan
dan peternakan. Pada
umumnya setiap anggota hanya mampu
rnelaksanakan salah satu
bidang kehidupan saja.
Misalnya para petani, bahwa
pertanian merupakan
satu-satunya pekerjaan yang harus ia
tekuni dengan baik.
Bilamana bidang pertanian tersebut kegiatannya kosong,
maka ia hanya menunggu
sampai ada lagi
kekgiatan di bidang pertanian.
Di samping
itu dalam
mengolah pertanian semata-mata tetap/tidak ada perubahan
atau kemajuan. Hal
ini disebabkan pengetahuan dan keterampilan para
petani yang masih
kurang memadai. Olah
karena itu masyarakat desa
sering dikatakan masyarakat yang
statis dan monoton.
5. URBANISASI
DAN URBANISME
Sehubungan
dengan perbedaan antara
masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan, kiranya
perlu pula disinggung perihal
urbanisasi. Urbanisasi
adalah suatu proses
berpindahnya penduduk dari
desa ke kota atau
dapat pula dikatakan
bahwa urbanisasi merupakan
proses terjadinya masyarakat perkotaan.
Proses
urbanisasi boleh dikatakan
terjadi di seluruh
dunia, baik pada negara-negara yang
sudah maju industrinya
mupun yang secara
relatif belum memiliki industri.
Bahwa urbanisasi mempunyai
akibat-akibat yang negatif terutama dirasakan
oleh negara yang
agraris seperti Indonesia
ini. Hal ini terutama
disebabkan karena pada
umumnya produksi pertanian
sangat rendah apabila dibandingkan dengan
jumlah manusia
yang dipergunakan dalam produksi tersebut
dan boleh dikatakan
bahwa faktor kebanyakan
penduduk dalam suatu daerah
"over-population"
merupakan gejala yang
umum di negara agraris yang
secara ekonomis masih
terbelakang.
Proses
urbansiasi dapat terjadi
dengan lambat maupun
cepat, hal mana tergantung daripada
keadaan masyarakat yang
bersangkutan. Proses tersebut terjadi dengan
menyangkut dua aspek,
yaitu :
-
perubahannya masyarakat desa
menjadi masyarakat kota
-
bertambahnya penduduk
kota yang disebabkan oleh mengalirnya penduduk yang berasal
dari desa-desa (pada
umumnya disebabkan karena
penduduk desa merasa tertarik
oleh keadaan di
kota).
Sehubungan
dengan proses tersebut
di atas, maka
ada beberapa sebab yang
mengakibatkan suatu daerah
tempat tinggal mempunyai
penduduk yang baik. Artinya
adalah, sebab suatu
daerah mempunyai daya
tarik sedemikian rupa, sehingga
orang-orang pendatang semakin
banyak. Secara umum
dapat dikatakan bahwa sebab-sebabnya adalah
sebagai berikut :
1) Daerah
yang term as uk menjadi pusat
pemerintahan atau menjadi
ibukota
(seperti contohnya
Jakarta).
2) Tempat tersebut
letaknya sangat strategis
sekali untuk usaha-usaha perdagangan/perniagaan, seperti misalnya
sebuah kota pelabuhan
atau sebuah kota yang letaknya
dekat pada sumber-sumber atau bahan-bahan mentah.
3) Timbulnya industri
di daerah itu,
yang memproduksikan barang-barang maupun jasa-jasa.
Persekutuan
hidup yang paling
kecil dimulai saat manusia
primitif mencari makan, yaitu
dengan berburu, sebagai
migrator, nomad berjumlah
10·300 orang. Kenyataan ini
disesuaikan dengan persediaan makanannya, berkembangnya cara
bertani menyebabkan lahirnya
suatu persekutuan hidup permanen pada
suatu tempat, kampung,
babakan, dengan sifat
yang khas, yaitu : (a)
kekeluargaan, (b) adanya
kolektivitas dalam pembagian
tanah dan pengerjaannya (c) ada
kesatuan ekonomis yang
memenuhi kebutuhan sendiri. Persekutuan hidup
ini akan berubah dengan
berkembangnya sistem kapitalisme dan masyarakat
industri, artinya dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut
Koentjaraningrat, suatu masyarakat
desa menjadi suatu
persekutuan hidup
dan kesatuan sosial
didasarkan atas dua
macam prinsip :
a.
|
prinsip
|
hubungan
|
kekerabatan (geneologis),
|
b.
|
prinsip
|
hubungan
|
tinggal
dekat/teritorial.
|
Prinsip ini
tidak lengkap apabila
yang mengikat adanya
aktivitas tidak
diikutsertakan, yaitu :
a. tujuan
khusus yang ditentukan
oleh faktor ekologis,
b. prinsip
yang datang dari
"atas" oleh aturan
dan undang-undang.
Lingkungan
hubungan yang ditentukan
oleh berbagai prinsip
tersebut hubungannya
saling terjaring, yang
batas-batasnya
berbeda-beda: mungkin
dengan pola konsentris, artinya
hubungan tiap
individu dimulai dengan lingkungan kecil
mencakup kerabat dan tetangga
dekat, atau dengan hubungan terjaring dengan
pola terkupas, di
mana orang bergaul
untuk suatu lapangan kehidupan dalam
batas lingkungan sosial
tertentu, tetapi termasuk-tidak termasuk warga
dan lingkungan tadi.
Dalam pola ini mungkin
terjadi prinsip
hubungan tempat
tinggal dekat, kebutuhan
khusus, ekologi, atau
kekerabatan.
6.
PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN DENGAN MASYARAKAT PERKOTAAN
Masyarakat
pedesaan kehidupannya berbeda
dengan masyarakat
perkotaan. Perbedaan-perbedaan ini
berasal dari adanya
perbedaan yang mendasar dari keadaan lingkungan,
yang mengakibatkan adanya
dampak terhadap personalitas dan
segi-segi kehidupan. Kesan
populer masyarakat perkotaan
terhadap masyarakat pedesaan adalah bodoh, lambat dalam berpikir
dan bertindak,
serta mudah "tertipu", dan
sebagainya. Kesan ini
disebabkan masyarakat
perkotaan mengamatinya hanya
sepintas, tidak banyak
tahu, dan kurang pengalaman dengan
keadaan lingkungan pedesaan. Masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan memiliki
ciri sendiri-sendiri. Mengenal ciri-ciri masyarakat pedesaan
pedesaan akan lebih
mudah dan lebih
baik dengan
membandingkannya dengan kehidupan
masyarakat perkotaan.
Masyarakat kota
ditekankan dari pengertian
kotanya dengan ciri dan
sifat kehidupannya serta kekhasan
dalam interes hidupnya.
Dalam masyarakat kata kebutuhan primer
dihubungkan dengan status
sosial dan gaya
hidup masa kini sebagai
manusia modern.
Masyarakat pedesaan
maupun masyarakat perkotaan
masing-masing dapat
diperlakukan sebagai sistem
jaringan hubungan yang
kekal dan penting,
serta dapat pula dibedakan
masyarakat yang bersangkutan dengan
masyarakat yang lain. Oleh
karena itu, mempelajari
suatu masyarakat berarti
dapat berbicara soal struktur
sosial. Untuk menjelaskan perbedaan
at au ciri-ciri dari
kedua masyarakat tersebut, dapat
ditelusuri dalam hal
lingkungan umumnya dan orientasi terhadap
alam, pekerjaan, ukuran
kornunitas, kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenitas, diferensiasi sosial,
pelapisan sosial, mobilitas sosial, interaksi
sosial, pengendalian sosial,
pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial,
dan nilai atau
sistem nilainya.
1. LlNGKUNGAN UMUM DAN ORIENTASI TERHADAP ALAM
Masyarakat pedesaan
berhubungan kuat dengan
alam, disebabkan oleh lokasi
geografinya di daerah desa.
Mereka suI it "mengontrol" kenyataan
alam yang dihadapinya, padahal
bagi petani realitas
alam ini sang at
vital dalam menunjang kehidupannya.
Penduduk yang
tinggal di desa akan
banyak ditentukan oleh
kepercayaan kepercayaan dan
hukum-hukum alam, seperti
dalam pola berpikir
dan falsafah hidupnya. Tentu
akan berbeda dengan
penduduk yang tinggal
di kota, yang kehidupannya "bebas" dari
realitas alam, Misalnya
dalam bercocok tanah dan
menuai harus pad a waktunya, sehingga
ada kecenderungan nrimo, Padahal mata
pencaharian juga menentukan
relasi dan reaksi
sosial.
2. PEKERJAAN ATAU MATA PENCAHARIAN
Pada umumnya
atau kebanyakan mata pencaharian
daerah pedesaan adalah bertani. Tetapi
mata pencaharian berdagang (bidang
ekonomi) pekerjaan
sekunder dari pekerjaan
yang nonpertanian. Sebab
beberapa daerah pertanian tidak lepas
dari kegiatan usaha (business)
atau industri, demikian pula
kegiatan mata pencaharian keluarga untuk
tujuan hidupnya lebih
luas lagi. Di masyarakat kota
mata pencaharian cenderung
menjadi terspesialisasi, dan
spesialisasi itu sendiri
dapat dikembangkan, mungkin
menjadi manajer suatu perusahaan, ketua
atau pimpinan dalam
suatu birokrasi. Sebaliknya seorang petani harus
kompeten dalam bermacam-macam keahlian seperti
keahlian memelihara tanah, bercocok
tanam, penyakit, pemasaran, dan
sebagainya. Jadi, petani keahliannya lebih
luas bila dibandingkan dengan
masyarakat kota.
3. UKURAN KOMUNITAS
Komunitas pedesaan
biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
Dalam mata pencaharian di bidang
pertanian, imbangan tanah
dengan manusia cukup tinggi bila
dibandingkan dengan industri;
dan akibatnya daerah
pedesaan mempunyai penduduk yang
rendah per kilometer perseginya.
Tanah pertanian luasnya bervariasi. Bergantung kepada
tipe usaha taninya,
tanah yang cukup luasnya sanggup menampung usaha tani dan usaha ternak sesuai dengan
kemampuannya. Oleh sebab
itu komunitas pedesaan
lebih kecil daripada komunitas perkotaan.
4. KEPADATAN PENDUDUK
Penduduk desa
kepadatannya lebih rendah
bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk kota. Kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dengan
klasifikasi dari kota
itu sendiri. Contohnya dalam perubahan-perubahan permukiman, dari
penghuni satu keluarga
(individual family) menjadi pembangunan
multikeluarga dengan flat dan apartemen seperti yang
terjadi di kota.
5. HOMOGENITAS DAN HETEROGENITAS
Homogenitas atau persamaan dalam
ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan
perilaku sering nampak
pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan
masyarakat perkotaan. Kampung-kampung bagian dari
suatu masyarakat desa
mengenai minat dan
pekerjaannya hampir sama. sehingga
kontak tatap muka
lebih sering. Di
kota sebaliknya,
penduduknya heterogen, terdiri
dari orang-orang dengan
macam-macam subkultur dan kesenangan,
kebudayaan, mata pencaharian. Sebagai
contoh, dalam perilaku, dan
juga bahasa, penduduk
di kota lebih
heterogen. Hal ini karena
daya tarik dari
mata pencaharian, pendidikan, komunikasi, dan transportasi, menyebabkan kota
menarik orang-orang dari berbagai kelompok etnis untuk
berkumpul di kota.
6. DIFERENSIASI SOSIAL
Keadaan heterogen
dari penduduk kota
berindikasi pentingnya derajat yang tinggi di dalam
diferensiasi sosial. Fasilitas kota,
hal-hal yang berguna, pendidikan, rekreasi, agama, bisnis, dan fasilitas peru
mahan (tempat tinggal), menyebabkan terorganisasi-nya berbagai keperluan, adanya pembagian
pekerjaan, dan adanya saling membutuhkan serta saling tergantung. Kenyataan ini
bertentangan dengan bagian-bagian
kehidupan di masyarakat pedesaan. Tingkat homogenitas alami ini cukup
tinggi, dan relatif berdiri sendiri dengan derajat yang rendah
daripada diferensiasi sosial.
7. PELAPISAN SOSIAL
Klas sosial
di dalam masyarakat sering
nampak dalam perwujudannya seperti "piramida sosial", yaitu klas-klas yang tinggi
berada pada posisi atas piramida, klas menengah ada di antara kedua tingkat
klas eksterm dari masyarakat.
Ada
beberapa perbedaan "pelapisan sosial tak resmi" ini antara masyarakat
desa dan masyarakat kota:
a. Pada masyarakat kota aspek kehidupan pekerjaan, ekonomi, atau sosial
politik lebih banyak
sistem pelapisannya
dibandingkan dengan di desa.
b. Pad a
masyarakat desa kesenjangan
(gap) antara klas
eksterm dalam piramida sosial
tidak terlalu besar, sedangkan pada masyarakat kota jarak antara klas eksterm
yang kaya dan miskin cukup besar. Di daerah pedesaan tingkatannya hanya kaya dan miskin saja.
c. Pada
umumnya masyarakat pedesaan
cenderung berada pada klas menengah
menu rut ukuran desa,
sebab orang kay a dan
orang miskin sering bergeser ke kota. Kepindahan orang miskin
ini disebabkan tidak
mempunyai tanah, mencari
pekerjaan ke kota,
atau ikut transmigrasi. Apa yang
dibutuhkan dan diinginkan
dari golongan miskin
ini sering desa tidak mampu mengatasinya.
d. Ketentuan kasta dan contoh-contoh perilaku
yang dibutuhkan sistem kasta tidak banyak terdapat, tetapi di Indonesia,
khususnya di Bali, ada ketentuan klas ini. Dalam kitab-kitab suci orang Bali, masyarakat terbagi ke dalam
empat lapisan, yaitu Brahmana, Satria,
Vesia, dan Sudra. Ketiga lapisan yang tersebut pertama menjadi satu dengan
istilah Triwangsa, berhadapan dengan
yang disebut Jaba
untuk lapisan keempat,
yang hanya bagian terkecil dari seluruh masyarakat Bali,
baik di kota maupun di desa. Lapisan
8. MOBILITAS SOSIAL
Mobilitas
sosial berkaitan dengan perpindahan atau pergerakan suatu kelompok sosial
ke kelompok sosial
lainnya; mobilitas kerja
dari suatu pekerjaan ke pekerjaan
lainnya; mobiltias teritorial dari daerah desa ke kota, dari kota ke desa, atau
di daerah desa dan kota sendiri.
Terjadinya
peristiwa mobilitas sosial demikian disebabkan oleh penduduk kota yang
heterogen, terkonsentrasinya kelembagaan-kelembagaan, saling tergantungnya organisasi-organisasi, dan tingginya diferensiasi
sosial.
Demikian
pula di kota. Maka mobilitas sering terjadi di kota dibandingkan dengan di
daerah pedesaan. Mobilitas teritorial (wilayah) di kota lebih sering ditemukan
daripada di daeraha pedesaan, dan segi-segi penting dari mobilitas
tersebut adalah :
a. Banyak penduduk yang pindah kamar atau rumah ke kamar atau
rumah lain, karena sistem
kontrak yang terdapat
di kota; dan
di desa tidak demikian.
b. Waktu
yang tersedia bagi
penduduk kota untuk
berpergian per satuan penduduk lebih banyak
dibandingkan dengan orang-orang
desa.
c. Berpergian setiap
hari di dalam
atau di luar dan
pusat penduduk, di daerah
kota lebih besar dibandingkan
dengan penduduk di desa.
d. Waktu
luang di kota
lebih sedikit dibandingkan dengan
di daerah pedesaan, sebab mobilitas penduduk
kota lebih tinggi.
Hal lain,
mobilitas atau peripindahan
penduduk dari desa
ke kota (urbanisasi) lebih banyak ketimbang dari kota ke desa. Tipe desa pertanian
dan kebiasaan pindah
mempengaruhi mobilitas sosial,
seperti perpindahan yang
berkaitan dengan mencari kerja, ada yang menetap atau tinggal sementara, sesuai
dengan musim dan waktu pengolahan pertanian. Apabila dibandingkan, penduduk
kota lebih dinamis dan mobilitasnya cukup tinggi. Kesemuanya berbeda dalam hal
waktu dan arah mobilitasnya.
Pergerakannya dapat terjadi secara bertahap,
baik arahnya secara
horizontal ataupun vertikal.
Kebiasaan ini di desa
kurang terlihat, dan
di kota lebih
memungkinkan dengan waktu yang
relatif singkat.
9. INTERAKSI SOSIAL
Tipe interaksi
sosial di desa dan di kota perbedaannya
sangat kontras, baik aspek
kualitasnya maupun kuantitasnya. Perbedaan
yang penting dalam interaksi
sosial di daerah pedesaan dan perkotaan, di antaranya
:
a. Masyarakat
pedesaan lebih sedikit
jumlahnya dan tingkat
mobilitas sosialnya rendah, maka kontak pribadi per individu lebih
sedikit. Demikian pula kontak melalui
radio, televisi, majalah,
poster, koran, dan
media lain yang lebih
sophisticated.
b. Dalam kontak sosial berbeda secara
kuantitatif maupun secara kualitatif.
Penduduk kota
lebih sering kontak,
tetapi cenderung formal
sepintas lalu, dan tidak
bersifat pribadi (impersonal),
tetapi melalui tugas
atau kepentingan yang lain. Di desa kontak sosial terjadi lebih banyak
dengan tatap muka, ramah-tamah
(informal), dan pribadi.
Hal yang lain
pada masyarakat pedesaan, daerah jangkauan kontak sosialnya biasanya
terbatas dan sempit. Di kota kontak sosial lebih tersebar pada daerah yang luas, melalui perdagangan,
perusahaan, industri, pemerintah,
pendidikan, agama, dan sebagainya.
Kontak sosial di kota
penyebabnya bermacam macam dan
bervariasi bila dibandingkan
dengan "dunia kecil"
atau masyarakat pedesaan.
10.
PENGAWASAN SOS/AL
Tekanan
sosial oleh masyarakat di pedesaan lebih kuat karena kontaknya yang bersifat
pribadi dan ramah-tamah (informal), dan keadaan masyarakatnya yang homogen.
Penyesuaian terhadap norma-norma sosiallebih
tinggi dengan tekanan sosial yang informal, dan nantinya dapat berarti
sebagai pengawasan sosial. Di kota
pengawasan sosial lebih
bersifat formal, pribadi,
kurang "terkena" aturan
yang ditegakkan, dan peraturan lebih menyangkut masalah pelanggaran.
11.
POLA KEPEM/MP/NAN
Menentukan
kepemimpinan di daerah pedesaan cenderung banyak ditentukan oleh
kualitas pribadi dari
individdu dibandingkan dengan
kota. Keadaan ini
disebabkan oleh lebih
luasnya kontak tatap
muka, dan individu lebih banyak
saling mengetahui daripada
di daerah kota.
Misalnya karena kesalehan, kejujuran,
jiwa pengorbanannya, dan pengalamannya. Kalau kriteria ini melekat terus
pada generasi selanjutnya, maka
kriteria keturunan pun akan
menentukan kepemimpinan di
pedesaan.
12.
STANDAR KEH/DUPAN
Berbagai alat
yang menyenangkan di
rumah, keperluan masyarakat, pendidikan, rekreasi,
fasilitas agama, dan
fasilitas lain akan
membahagiakan kehidupan
bila disediakan dan
cukup nyata dirasakan
oleh penduduk yang jumlahnya padat.
Di kota, dengan
konsentrasi dan jumlah
penduduk yang padat, tersedia
dan ada kesanggupan
dalam menyediakan kebutuhan
tersebut, sedangkan di desa terkadang
tidak demikian. Orientasi
hidup dan pola
berpikir masyarakat desa yang
sederhana dan standar
hidup demikian kurang
mendapat perhatian.
13.
KESET/AKAWANAN SOS/AL
Kesetiakawanan sosial
(social solidarity) atau
kepaduan dan kesatuan, pada masyarakat
pedesaan dan masyarakat
perkotaan banyak ditentukan
oleh masing-masing faktor yang
berbeda. Pada masyarakat
pedesaan kepanduan dan kesatuan
merupakan akibat dari
sifat-sifat yang sarna,
persamaan dalam
pengalaman, tujuan yang
sarna, di mana
bagian dari masyarakat
pedesaan hubungan pribadinya bersifat
informal dan tidak
bersifat kontrak sosial (perjanjian). Pada
masyarakat pedesaan ada kegiatan
tolong-menolong (gotong
royong) dan musyawarah,
yang pada saat
sekarang masih dirasakan
meskipun banyak pengaruh
dari gagasan ideologis
dan ekonomis (padat
karya) ke pedesaan. Kesatuan
dan kepaduan di
daerah perkotaan berbeda.
14.
NILAI DAN SISTEM NILAI
Nilai
dan sistem nilai di desa dengan di kota berbeda, dan dapat diamati dalam
kebiasaan, cara, dan norma yang
berlaku. Pada masyarakat pedesaan, misalnya mengenai
nilai-nilai keluarga, dalam
masalah pola bergaul
dan mencari jodoh kepala
keluarga masih berperan.
Nilai-nilai agama masih dipegang kuat
dalam bentuk pendidikan
agama (madrasah). Aktivitasnya nampak hidup (fenomenanya).
Bentuk-bentuk ritual agama yang berhubungan dengan kehidupan atau proses
mencapai dewasanya manusia,
selalui diikuti dengan upacara-upacara. Nilai-nilai pendidikan belum merupakan
orientasi bernilai penuh bagi
penduduk desa, cukup
dengan bisa baca-tulis
dan pendidikan agama. Dalam hal nilai-nilai ekonomi,
terlihat pada pola usaha taninya
yang masih bersifat
subsistem tradisional, kurang
berorientasi pada ekonomi. Masih
banyak nilai lainnya yang berbeda dengan masyarakat kota. Dalam hal
ini masyarakat kota
bertentangan atau tidak
sepenuhnya sarna dengan sistem nilai di desa.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar