"Ilmu Pengetahuan" lazim
digunakan dalam pengertian
sehari-hari, terdiri dari dua
kata, "ilrnu" dan "pengetahuan", yang
masing-masing mempunyai
identitas sendiri-sendiri. Dalam
membicarakan
"pengetahuan"
saja akan menghadapi berbagai
masalah, seperti kemampuan
indera dalammemahami fakta pengalaman dan
dunia realitas, hakikat
pengetahuan, kebenaran,
kebaikan, membentuk pengetahuan, sumber
pengetahuan, dsb. Kesemuanya telah lama
dipersoalkan oleh para
ahli filsafat seperti
Socrates, Plato, dan Aristoteles, di mana
teori pengetahuan merupakan
cabang atau sistem
filsafat. Oleh J.P. Farrier,
dalam Institutes of
metaphisics (1854), pemikiran
tentang teori pengetahuan itu disebut "epistemologi" (epistem
= pengetahuan, logos=
pembicaraan ilmu).
Keperluan
sekarang adalah pengetahuan
ilmiah yang harus
ditingkatkan karen a
pengetahuan, perbuatan, ilmu,
dan etika makin
saling bertautan. Berulang kali
harus diambil keputusan
dalam menerapkan secara
praktis pengetahuan
ilmiah. Semuanya itu
memperlihatkan suatu perpaduan
dari pertimbangan moral ilmiah.
Semuanya itu memperlihatkan suatu
perpaduan dari pertimbangan moral
ilmiah. Dalam hal
ini dipertanyakan bagaimana mengkaji kemampuan manusia
mengembangkan ilmu pengetahuan guna memanfaatkan sumber
daya alam, dan
bagaimana memanfaatkan sumber
daya untuk membasmi kemiskinan.
Teknologi dalam
penerapannya sebagai jalur
utama yang dapat menyongsong masa
depan cerah, kepercayaannya sudah
mendalam. Sikap demikian adalah
wajar, asalkan tetap
dalam konteks penglihatan
yang rasional. Sebab teknologi, selain
mempermudah kehidupan manusia,
mempunyai dampak sosial yang
sering lebih penting
artinya daripada kehebatan
teknologi itu sendiri.
Kemiskinan
merupakan tema sentral
dari perjuangan bangsa,
sebagai perjuangan yang akan
memperoleh kemerdekaan bangsa
dan motivasi funda mental dari
cita-cita menciptakan masyarakat
adil dan makmur.
Hal itu sudah sejak lama
oleh sarjana ekonomi
di banyak negara
digeluti dan dipecahkan, dan setiap
kali pula pemecahannya 1010s dari
genggaman, dan berkembang menjadi masalab
baru. Berbicara tentang
masalah kemiskinan akan dihadapkan kepada persoalan
lain, seperti persepsi manusia
terhadap kebutuhan pokok, posisi manusia
dalam lingkungan sosial,
dan persoalan yang
lebih jauh; bagaimana ilmu
pengetahuan (ekonomi) dan
teknologi memanfaatkan sumber daya
alam untuk membasmi
kemiskinan.
IImu
pengetahuan, teknologi, dan
kemiskinan merupakan bagian-bagian yang tidak
dapat dibebaskan dan
dipisahkan dari suatu
sistem yang berinteraksi, interelasi, interdependensi, dan
ramifikasi (percabangannya).
Dengan demikian wajarlah
apabila menghadapi masalah
yang kompleks ini, memerlukan studi
mendalam dan analisis
interdisipliner kalau tidak
mau mencampuradukkan
unsur-unsur sintesis dengan
sintesisnya sendiri.
Maka
usaha mulia berikutnya
adalah untuk membuatnya
operasional dalam rangka social
engineering-nya. Oleh sebab
itu tulisan ini
hanyalah bersifat
penjajagan problema, kalau mungkin
sampai mencari interelasi, interaksi,
interdependensi, dan ramifikasi
dari berbagai unsur
sistem dan subsistem.
1. 1).
ILMU PENGETAHUAN
Di
kalangan ilmuwan ada keseragaman
pendapat, bahwa ilmu itu selalu
tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan
(objek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis, empiris, umum, dan akumulatif. Pengertian
pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena
bermacam-macam pandangan dan teori
(epistemologi), di antaranya
pandangan Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat
diinderai dan dapat merangsang budi. Menurut Decartes ilmu pengetahuan merupakan
serba budi; oleh Bacon dan
David Home diartikan sebagai pengalaman indera dan batin; menurut
Immanuel Kant pengetahuan merupakan persatuan antara
budi danpengalaman; dan
teori Phyroo mengatakan, bahwa tidak ada kepastian dalarna pengetahuan. Dari berbagai macam pandangan
tentang pengetahuan diperoleh sumber-sumber pengetahuan berupa ide, kenyataan, kegiatan akal-budi,
pengalaman, sintesis budi, atau
meragukan karena tak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang pasti.
Untuk membuktikan apakah isi pengetahuan itu benar, perlu berpangkal pada
teori-teori kebenaran pengetahuan.
Teori pertama bertitik tolak adanya hubungan dalil, di mana pengetahuan
dianggap benar apabila dalil (proposisi) itu mempunyai hubungan dengan dalil
(proposisi) yang terdahulu. Kedua, pengetahuan itu benar apabila ada kesesuaian
dengan kenyataan. Teori ketiga menyatakan,
bahwa pengetahuan itu benar
apabila mempunyai konsekuensi praktis dalam diri yang mempunyai pengetahuan
itu.
Banyaknya teori dan pendapat tentang pengetahuan dan kebenaran mengakibatkan suatu definisi ilmu pengetahuan akan mengalami kesulitan. Sebab, membuat suatu definisi dari
definisi ilmu pengetahuan yang dikalangan ilmuwan sendiri sudah ada
keseragaman pendapat, hanya akan
terperangkap dalam tautologis (pengulangan tanpa membuat kejelasan) dan
pleonasme atau mubazir saja.
Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan objektif diperlukan
sikap yang bersifat
ilmiah. Bukan membahas
tujuan ilmu, melainkan mendukung dalam
mencapai tujuan ilmu
itu sendiri, sehingga benar-benar objektif, terlepas
dari prasangka pribadi yang bersifat
subjektif. Sikap yang
bersifat ilmiah itu meliputi
empat hal:
a. tidak
ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah yang
objektif.
b.
Selektif, artinya mengadakan
pemilihan terhadap problema
yang dihadapi supaya didukung
oleh fakta atau
gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis
yang ada.
c.
Kepercayaan yang layak
terhadap kenyataan yang
tak dapat diubah maupun terhadap
alat indera dan
budi yang digunakan
untuk mencapai ilmu.
d.
Merasa pasti bahwa
setiap pendapat, teori,
maupun aksioma terdahulu telah mencapai
kepastian, namun masih
terbuka untuk dibuktikan
kembali.
2). TEKNOLOGI
Dari
batasan di atas
jelas, bahwa teknologi
social pembangunan
memerlukan semua science
dan teknologi untuk
dipertemukan dalam menunjang
tujuan-tujuan pembangunan, misalnya perencanaan dan programing
pembangunan, organisasi pemerintah dan
administrasi negara untuk pembangunan sumber-sumber
insani (tenaga kerja, pendidikan
dan latihan), dan teknik pembangunan khusus dalam sektor-sektor seperti
pertanian, industri, dan kesehatan.
Teknologi memperlihatkan fenomenanya
dalam masyarakat sebagai hal
impersonal dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia
menjadi lingkup teknis. Jacques Ellul dalam tulisannya berjudul "The Tech
nological Society" (1964) tidak mengatakan teknologi tetapi teknik,
meskipun arti atau maksudnya sarna. Menurut Ellul istilah teknik digunakan
tidak hanya untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk memperoleh hasilnya,
melainkan totalitas motode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisiensi
(untuk memberikan tingkat perkembangan)
dalam setiap bidang akti.vitas manusia. Batasan ini bukan bentuk
teoritis, melainkan perolehan dari aktivitas masing masing dan ob=ervasi fakta
dari apa yang disebut manusia
modern d&ugan perlengkapan
tekniknya. Jadi teknik
menurut Ellul adalah
berbagai usaha, metode dan
cars untuk memperoleh
hasil yang sudah
distandardisasi dan
diperhitungkan sebelumnya.
Fenomena
teknik pada masyarakat kini,
menurut Sastrapratedja (1980)
memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Rasionalitas,
artinya tindakan spontak oleh teknik diubah menjadi tindakan yang
direncanakan dengan perhitungan rasional.
b. Artifisialitas, artinya
selalu membuat sesuatu
yang buatan tidak alamiah.
c. Otomatisme, artinya dalam
hal metode, organisasi dan
rumusan dilaksankaan serba otomatis.
Demikian pula dengan
teknik mampu mengelimkinasikan kegiatan
non-teknis menjadi kegiatan
teknis.
d.
Teknis berkembang pada
suatu kebudayaan.
e. Monisme, artinya
semua teknik bersatu,
saling berinteraksi dan
saling bergantung.
f. Universalisme, artinya
teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan
dapat menguasai kebudayaan.
g.
Otonomi, artinya teknik
berkembang menu rut prinsip-prinsip sendiri.
Teknologi yang
berkembang dengan pesat,
meliputi berbagai bidng kehidupan man usia.
Masa sekarang nampaknya
sulit memisahkan kehidupan manusia dengan
teknologi, bahkan sudah
merupakan kebutuhan man usia. Awal perkembangan teknik
yang sebelumnya merupakan
bagian dari ilmu
atau bergantung dari ilmu,
sekarang ilmu dapat
pula bergantung dari
teknik. Contohnya dengan berkembang
pesatnya teknologi komputer
dan teknologi satelit ruang
angkasa, maka diperoleh
pengetahuan baru dari
hasil kerja kedua produk
teknologi terse but.
Luasnya
bidang teknik, digambarkan oleh
Ellul sebagai berikut :
1.
Teknik meliputi bidang
ekonomi, artinya teknik
mampu menghasilkan barang-barang industri.
Dengan
teknik, mampu mengkonsentrasikan kapital
sehingga terjadi sentralisasi ekonmi.
Bahkan ilmu ekonomi
sendiri terserap oleh
teknik.
2. Teknik meliputi
bidang organisasi seperti
administrasi, pemerintahan,
manajemen, hukum dan
militer. Contohnya dalam
organisasi negara, bagi seorang
teknik negara hanyalah
merupakan ruang lingkup
untuk aplikasi alat-alat yang
dihasilkan teknik. Negara
tidak sepenuhnya bermakna sebagai ekspresi
kehendak rakyat, tetapi
dianggap perusahaan yang
harus memberikan jasa dan
dibuat berfungsi secara
efisien. Negara tidak
lagi berurusan dengan keadilan
sosial sebagai tumpuannya,
melainkan menurut ahli teknik
negara harus menggunakan
teknik secara efisien.
3. Teknik meliputi
bidang manusiawi, seperti
pendidikan, kerja, olahraga, hiburan dan obat-obatan. Teknik
telah menguasai seluruh
sektor kehidupan manusia, manusia
semakin harus beradaptasi dengan
dunia teknik dan tidak
ada lagi unsur
pribadi manusia yang
be bas dari pengaruh
teknik.
Pada
masyarakat teknoJogi, ada
tendensi bahwa kemajuan
adalah suatu proses dehumanisasi secara
perlahan-Iahan sampai akhirnya
manusia takluk pada teknik.
Teknik-teknik manusiawi yang
dirasakan pada masyarakat teknologi, terlihat dari
kondisi kehidupan manusia
itu sendiri. Manusia
pada saat ini telah
begitu jauh dipengaruhi
oleh teknik. Gambaran
kondisi tersebut adalah sebagai berikut
:
1. Situasi tertekan.
Manusia mengalami ketegangan akibat
penyerapan teknik-teknik mekanisme-mekanisme teknik.
Manusia melebur dengan kemanisme teknik,
sehingga waktu manusia
dan pekerjaannya mengalami
pergeseran. Peleburan manusia
dengan mekanisme teknik,
menuntut kualitas dari manusia,
tetapi manusia sendiri
tidak hadir di
dalamnya atau pekerjaannya.
Contoh
pada sistem industri
ban berjalan, seorang
buruh meskipun sakit atau
lelah, atau pun
ada berita duka
bahwa anaknya sedang
seka rat dirumah sakit,
mungkin pekerjaan itu
tidak dapat ditinggalkan sebab akan
membuat macet garis
produksi dan upah
bagi temannya. Keadaan tertekan dernikian,
akan menghilangkan nilai-
nilai sosial dan
tidak manusiawi lagi.
2. Perubahan ruang
dan lingkungan man usia.
Teknik telah mengubah lingkungan manusia
dan hakikat manusia, Contoh
yang sederhana manusia dalam hal makan atau
tidur tidak ditentukan
oleh lapar atau
ngantuk tetapi diatur oleh
jam.
Alat-alat transportasi telah
mengubah jarak pol a
komunikasi man usia.
Lingkungan manusia menjadi
terbatas, tidak berhubungan
dengan padang rumput, pantai,
pohon-pohon atau gunung
secara langsung, yang
ada hanyalah bangunan tinggi
yang padat, sehingga
sinar matahari pagi hari (banyak
mengandung sinar ultra
violet) tidak sempat
lagi menyentuh permukaan kulit
tubuh manusia.
3.
Perubahan waktu dan
gerak manusia. Akibat
teknik, manusia terlepas dari hakikat
kehidupan. Sebelumnya waktu
diatur dan diukur
sesuai dengan kebutuhan dan peristiwa-peristiwa dalam
hidup manusia, sifatnya alamiah dan
kongkrit. Tetapi sekarang
waktu menjadi abstrak
dengan pembagian
jam, menit dan
detik. Waktu hanya
mempunyai kuantitas belaka tidak
ada nilai kualitas
manusiawi atau sosial,
sehingga irama kehidupan harus tunduk
kepada waktu yang
mengkanistis dengan mengorbankan nilai
kualitas manusiawi dan
nilai sosial.
4. Terbentuknya suatu
masyarakat massa. Akibat
teknik, manusia hanya membentuk masyarakat massa,
artinya ada kesenjangan sebagai masyarakatkolektif. Hal
ini dibuktikan bila ada
perubahan norma dalam masyarakat maka akan
muncul kegoncangan. Masyarakat kita
masih memegang nilai-nilai asli
(primordial) seperti agama
atau adat istiadat secara ideologis,
akan tetapi struktur
masyarakat atau pun
dunia norma pokoknya tetap
saja hukum ekonomi, politik
at au persaingan kelas. Proses sekularisasi sedang
berjalan seara tidak
disadari. Proses massafikasi
yang melanda kita dewasa ini, telah
menghilangkan nilai-nilai hubungan
sosial suatu komunitas. Padahal
individu itu perlu hubungan
sosial. Terjadinya neurosa obsesional
atau gangguan syaraf
menurut beberapa ahli,
sebagai akibat hilangnya nilai-nilai hubungan
sosial;
Yaitu
kegagalan adaptasi dan
penggantian relasi-relasi komunal
dengan relasi yang bersifat
teknis. Struktur sosiologis
massal dipaksakan oleh kekuatan-kekuatan teknik
dan kebijaksanaan ekonomi
(produk industri), yang melampaui
kemampuan man usia.
5.
Teknik-teknik manusiawi dalam
arti ketat.
Artinya,
teknik-teknik manusiawi harus
memberikan kepada manusia
suatu kehidupan manusia yang
sehat dan seimbang,
bebas dari tekanan-tekanan. Teknik harus
menyelaraskan diri dengan
kepentingan manusia bukan sebaliknya. Melalui
teknik bukan berarti
menghilangkan kodrat manusia itu sendiri, tetapi
perlu memanusiakan teknik.
Manusia bukan objek
teknik tetapi sebagai subjek
teknik.
Kondisi
sekarang sering manusia
itu menjadi objek
teknik dan harus selalu
menyesuaikan diri dengan
teknik.
Akibat
kondisi yang dipaparkan
tadi, dampak teknik
itu sendiri bagi manusia sudah
dirasakan dan fenomenannya nampak.
Seperti: anggapan para ahli
teknik bahwa manusia
hanyalah mitos abstrak,
manusia mesin (manusia mengadaptasikan diri
kepada mesin), penerapan
teknik memecah belah manusia
(tidak ada kesempatan mengembangkan kepribadiannya), timbul kemenangan
pada alam tak
sadar, simbol-simbol tradisional diganti dengan teknik,
terbentuknya manusia-massa (gaya
hidup dibentuk oleh
iklan) dan nampak teknik
sudah mendominasi kehidupan manusia secara menyeluruh.
Adapun Alvion
Toffler (1970) mengumpamakan "teknologi" itu sebagai mesin yang besar
atau
sebuah akselerator (alat mempercepat) yang dahsyat, dan ilmu pengetahuan sebagai
bahan
bakarnya. Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan secara kuantitatif dan
kualitatif, maka
kian
meningkat pula proses akselerasi yang
ditimbulkan oleh
mesin
pengubah, lebih-lebih teknologi mampu menghasilkan teknologi yang lebih banyak
dan lebih baik lagi.
Ilmu
pengetahuan dan
teknologi merupakan bagian-bagian yang
dapat dibeda-bedakan, tetapi
tidak dapat
dipisah-pisahkan dari suatu
sistem yang berinteraksi dengan
sistern-sistern lain
dalam
kerangka nasional
seperti kemiskinan. Maka ada interrelasi, interaksi, dan interdependensi antara kemiskinan dan sistem
at
au subsistem "ilmu
pengetahuan dan teknologi".
Saat ini sudah dikonstantasi, bahwa
negara-negara teknologi maju telah memasuki tahap superindustrialisme, melalui inovasi teknologis tiga tahap
: (a) ide kreatif, (b) penerapan praktisnya, dan (c) difusi at au penyebarluasan
dalam masyarakat. Ketiga
tahap
ini merupakan siklus
yang
menimbulkan bermacam-macarn ide kreatif baru sehingga merupakan reaksi berantai yang disebut proses
perubahan.
Dengan semakin meningkatnya teknologi, tempat
proses
perubahan itu tidak dapat
dipandang "normal" lagi, dan tercapailah akselerasi ekkstern maupun intern
(psikologis) yang
merupakan kekuatan sosial
yang
kurang mendalam dipahami.
Dalam hal akselerasi, apabila masa depan itu menyerbu masa kini
dengan kecepatan yang terlampau tinggi,
maka
masyarakat atas
dapat mengindap penyakit "progeria", yakni tingkat menua
yang lanjut sekalipun secara kronologis usianya belum
tua. Bagi masyarakat semacam itu, perubahan tersebut seolah-olah tidak dapat dikendalikan lagi, kemudian dicari semacam kekebalan diplomatik terhadap perubahan.
Tak
mustahil pula
akan
timbul future shock at au "kejutan masa depan", yaitu sesuatu
penderitaan fisik dan atau mental yang
timbul apabila
sistem adaptif fisik dari organisme manusia itu, beserta proses
pembuatan keputusannya, terlampau banyak
dilewati daya dukungnya,
Akselerasi perubahan secara
drastis
dapat
mengubah mengalirkan "situasi". Dalam hal
ini situasi dapat dianalisis menurut
lima komponen dasar, yaitu (1) benda, (2) tempat, (3) manusia, (4) organisasi dan (5) ide. Hubungan
kelima komponen itu, ditambah
dengan faktor waktu, membentuk kerangka pengalaman sosial.
3. ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN NILAI
Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.Penerapan ilmu pengetahuan khususnya teknologi sering kurang memperhatikan masalah nilai, moral atau segi-segi manusiawinya. Keadaan demikian tidak luput dari falsafah pembangunannya itu sendiri, dalam menentukan pilihan antara orientasi produksi dengan motif ekonomi yang kuat, dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusiaan yang terkadang harus dibayar lebih mahal.
3. ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN NILAI
Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.Penerapan ilmu pengetahuan khususnya teknologi sering kurang memperhatikan masalah nilai, moral atau segi-segi manusiawinya. Keadaan demikian tidak luput dari falsafah pembangunannya itu sendiri, dalam menentukan pilihan antara orientasi produksi dengan motif ekonomi yang kuat, dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusiaan yang terkadang harus dibayar lebih mahal.
Istilah ilmu di atas,
berbeda
dengan
istilah
pengetahuan. Ilmu
adalah diperoleh melalui
kegiatan
metode
ilmiah
atau epistemologi. Jadi, epistemologi merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Epistemologi ilmu terjamin dalam kegiatan metode
ilmiah. Metode
ilmiah adalah kegiatan
menyusun tubuh pengetahuan yang bersifat logis, penjabaran hipotesis dengan deduksi dan verifikasi atau menguji
kebenarannya secra
faktual; Sehingga kegiatannnya disingkat menjadi logis-hipotesis-verifikasi atau
deduksi hipotesis-verifikasi. Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau pemahaman di luar atau
tanpa
kegiatan met ode
ilmiah, sifatnya dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak
berpijak pada
kenyataan smpiris. Sumber
pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common
sense) yang disertai mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa penbalaran) dan wahyu (merupaklan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para nabi
atau utusannya).
Ilmu pengetahuan pada
dasarnya memiliki tiga komponen penyangga tubuh
pengetahuan yang disusunnya yaitu: ontologis, epistemologis dan aksiologis. Epistemologis seperti
diuraikan di muka,
hanyalah merupakan cara bazaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan. Ontologis dapat diartikan haklikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud yang
menjadi objek penelaahannya. Atau dengan kata lain
ontologis merupakan objek formal dari suatu pengetahuan. Komponen Aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan. Ketiga komponen ontologis, epistemologisdan aksiologis tersebut erat kaitannya dengan nilai atau nilai moral.
Komponen ontologis kegiatannnya adalah menafsirkan hikayat realitas yang ada, sebagaimana adanya
(das sein), melalui desuksi-desuksi yang dapat diuji secara
fisiko Artinya ilmu harus be bas dari nilai-nilai yang sifatnya dogmatik. I1mu menurut pendekatan ontologis adalah pembebas dogma-dogma. Hal ini dibuktikan oleh kasus Galileo (1564-1642) yang menolak dogma agama yang menyaakan "rnatahari berputar mengelilingi burni". sebab pernyataan terse but tidak sesuai dengan hakikat yang ada atau fakta sebagaimana ditemukan Copernicus (1473
1543) bahwa bumilah yang mengelilingi matahari. Sifat-sifat dogmatik inilah
yang harus dijauhi dalam argumentasi ilmiah. Jalan pikiran kita sampai kepada ilmu pengetahuan itu sebagai alat untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang mencerminkan harapan (das sollen) dengan jalan mempelajari sebagaimana adanya (das sein). Di sinilah, letak kaitannya ilmu dengan moral atau nilai dari pendekatan ontologis.
Komponen epistemologis berkaitan dengan nilai at au moral pada saat proses logis-hipotesis-verifikasi. Sikap moral implisit pada proses tersebut. Asas moral yang terkait secara ekplisit yaitu kegiatan ilmiah harus ditujukan kepada pencarian kebenaran dengan jujur
tanpa mendahulukan kepentingan kekuatan argumentasi pribadi.
Komponen aksiologis artinya lebih lengket dengan nilai atau moral. di mana ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan demi kemaslahatan manusia. I1mu adalah bukan
tujuan tetapi sebagai alat atau sarana dalam rangka meningkatkan taraf hidup
manusia, dengan memperhatikan dan mengutamakan kodrat dan martabat manusia serta menjaga kelestarian lingkungan alami.
Kaitan
ilmu dan teknologi dengan
nilai atau moral,
berasal
dari ekses penerapan ilmu
dan teknologi sendiri. Dalam hal ini sikap
ilmuwan dibagi menjadi dua golongan :
1) Golongan
yang
menyatakan ilmu
dan teknologi adalah
bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun
secara aksiologis, soal penggunaannya terserah kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan untuk tujuan
baik
atau
tujuan
buruk.
Golongan ini berasumsi bahwa kebenaran itu dijunjung tinggi
sebagai nilai, sehingga nilai-nilai
kemanusiaan lainnya dikorbankan demi teknologi.
2) Golongan
yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral hanya dalam batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaan dan penelitiannya harus berlandaskan pada asas-asas moral at au nilai-nilai. golongan ini berasumsi bahwa ilmuwan
telah mengetahui ekses-ekses yang terjadi
apabila ilmu dan teknologi disalahgunakan.
Rangkaian pengembangan ilmu
dan
teknologi yang
dimulai dengan
: penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan teknologi dan penerapan teknologi, mau
tidak
mau
harus
dilanjutkan dengan
evaluasi ethis-politis religius. Alvin Toffler (1970), mengatakan jangan menyepelekan anjuran pengendalian teknologi melalui
filter
kelembagaan
masyarakat seperti nilai dan moral, sebab kurangnya kendali
demikian konsekuensinya jauh
lebih
buruk. Upaya untuk menjinakkan teknologi di antaranya :
1) Mempertimbangkan atau
kalau
perlu
mengganti kriteria utama
dalam menolak at au menerapkan suatu inovasi
teknologi yang didasarkan pada keuntungan ekonomis atau sumbangannya kepada pertumbuhan ekonomi.
2) Pada tingkat
konsekuensi sosial,
penerapan teknologi harus merupakan hasil kesepakatan ilmuan
sosial dari berbagai disiplin ilmu.
4. KEMISKINAN
4. KEMISKINAN
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup
yang
pokok. dikatakan berada di bawah
garis kemiskinan apabila pendapatan tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok
seperti pangan,
pakaian, tempat berteduh, dll. (Emil Salim,
1982).
Kemiskinan merupakan tema
sentral dari perjuangan
bangsa, sebagai inspirasi dasar
dan
perjuangan akan kemerdekaan bangsa, dan motivasi fun damental dari cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Garis kemiskinan, yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal:
(1) persepsi manusia
terhadap kebutuhan
pokok
yang
diperlukan, (2)
posisi manusia dalam
lingkungan sekitar, dan (3) kebutuhan
objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi.
Persepsi manusia terhadap
kebutuhan pokok yang
diperlukan di pengaruhi oleh tingkat pendidikan, adat-istiadat, dan sistem nilai
yang
dimiliki. Dalam hal ini garis kemiskinan dapat tinggi
atau rendah. Terhadap posisi manusia dalam lingkungan
sosial, bukan ukuran kebutuhan pokok yang menentukan,melainkan bagaimana posisi pendapatannya ditengah-tengah masyarakat sekitarnya. Kebutuhan objektif manusia
untuk bisa hidup secara
manusiawi ditentukan oleh komposisi pangann apakah
bernilai gizi cukup
dengan nilai protein dan kalori
cukup
sesuai
dengan
tingkat
umur, jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim
dan
lingkugan yang dialaminya.
Kesemuanya dapat tersimpul dalam
barang
dan jasa
dan
tertuangkan dalam nilai uang sebagai patokan
bagi penetapan pendapatan minimal
yang diperlukan, sehingga garis
kemiskinan ditentukanoleh tingkat
pendapatan minimal (versi Bank Dunia
di kota 75 dolar
AS, dan di desa 50 dollar
AS per jiwa
setahun, 1973). Menurut Prof.
Sayogya (1969),
garis
kemiskinan dinyatakan dalam
rp/tahun, ekuivalen dengan nilai
tukar
beras
(kg/orang/ bulan, yaitu untuk desa 320
kg/orang/tahun dan untuk kota 480 kg/orang/
tahun).
Atas dasar
ukuran
ini maka mereka yang hidup
di bawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut
:
a. tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, keterampilan, dsb.;
b. tidak
memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. seperti untuk
memperoleh tanah
garapan
atau modal usaha:
c. tingkat
pendidikan mereka
rendah,
tidak
sampai tamat
sekolah dasar karena harus membantu orang
tua mencari
tambahan penghasilan;
d. kebanyakan tinggal di desa
sebagai pekerja bebas
self
employed), berusaha apa saja;
e. banyak yang hidup
di
kota
berusia muda,
dan
tidak
mempunyai keterampilan.
Kemiskinan menurut
orang
lapangan
(umum)
dapat
dikategorikan kedalam tiga unsur: (I) kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun
mental
seseorang, (2) kemiskinan yang
disebabkan oleh
bencana alam,
dan
(3) kemiskinan buatan. Yang relevan
dalam
hal ini adalah
kemiskinan buatan, buatan manusia terhadap manusia pula
yang
disebut dengan
kemiskinan struktural.ltulah kemiskinan yang
timbul oleh
dan dari struktur-struktur (buatan manusia), baik struktur ekonomi, politik, sosial, maupun kultur.
Kemiskinan buatan ini, selain ditimbulkan oleh
struktur ekonomi, politik, sosial, dan kultur, juga dimanfaatkan oleh
sikap "penenangan" atau "nrimo", memandang kemiskinan sebagai nasib,
malahan sebagai takdir
Tuhan.
Kemiskinan menjadi suatu kebudayaan (culture of provierty) atau
suatu subkultur, yang
mempunyai struktur dan
way
of life
yang
telah
menjadi turun-ternurun melalui
jalur
keluarga. Kemiskinan (yang
membudaya) itu disebabkan oleh dan
selama
proses
perubahan sosial
secara
fundamental, seperti transisi dari
feodalisme ke kapitalisme, perubahan teknologi yang cepat, kolonialisme, dsb. Obatnya tidak
lain adalah revolusi yang sarna radikal dan meluasnya.Karena kemiskinan di antaranya disebabkan oleh struktur ekonomi, maka terlebih dahulu perlu memahami inti pokok dari suatu "struktur". Inti pokok dari struktur adalah realisasi hubungan antara suatu subjek dan objek, dan an tara subjek-subjek komponen-kornponen yang merupakan bagian dan suatu
sistem. Maka permasalahan struktur yang penting dalam hal ini adalah pola relasi. Ini mencakup masalah
kondisi
dan posisi komponen (subjek-subjek) dari struktur yang bersangkutan dalam keseluruhan tat
a susunan at au sistem dan fungsi
dari subjek
atau komponen tersebut dalam keseluruhan fungsi dan sistem.Pola relasi dari struktur ini, yang urgen adalah struktur dalam
soal sosial ekonomi meskipun struktur lainnya mcnentukan. Pola relasi dalam
struktur sosial ekonomi ini dapat diuraikan sebagai berikut
:
a. Pola relasi an tara manusia (subjek) dengan sumber-sumber kemakmuran ekonomi seperti alat-alat produksi, fasilitas-fasilitas negara, perbankan, dan kekayaan sosial. Apakah ini dimiliki, disewa, bagi-hasil, gampang at au sulit
bagi
at au oleh subjek
terse but.
b. Pola relasi antara
subjek dengan
hasil produksi. Ini
menyangkut masalah distribusi hasil, apakah memperoleh apa yang diperlukan sesuai dengan
kelayakan derajat
hidup
manusiawi.
c. Pola relasi an tara subjek atau
kornponen-komponen sosial-ekonomi dalam keseluruhan mata rantai
kegiatan dengan bantu
an sistem produksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar