Minggu, 15 November 2015

TUGAS ISD BAB 8 : ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN KEMISKINAN

ILMU  PENGETAHUAN,   TEKNOLOGI,   DAN  KEMISKINAN




"Ilmu  Pengetahuan"    lazim  digunakan   dalam  pengertian   sehari-hari,   terdiri dari  dua  kata,   "ilrnu" dan  "pengetahuan",     yang  masing-masing     mempunyai identitas    sendiri-sendiri.      Dalam    membicarakan      "pengetahuan"      saja   akan menghadapi    berbagai    masalah,   seperti   kemampuan    indera   dalammemahami fakta   pengalaman      dan   dunia    realitas,     hakikat    pengetahuan,      kebenaran, kebaikan,   membentuk    pengetahuan,    sumber   pengetahuan,    dsb.  Kesemuanya telah   lama   dipersoalkan    oleh  para   ahli  filsafat   seperti   Socrates,    Plato,   dan Aristoteles,   di mana  teori  pengetahuan   merupakan   cabang  atau  sistem  filsafat. Oleh  J.P.  Farrier,   dalam   Institutes   of  metaphisics    (1854),   pemikiran   tentang teori  pengetahuan    itu disebut   "epistemologi"    (epistem   = pengetahuan,    logos= pembicaraan ilmu).

Keperluan   sekarang   adalah  pengetahuan    ilmiah  yang  harus  ditingkatkan karen a  pengetahuan,     perbuatan,     ilmu,   dan   etika   makin    saling   bertautan. Berulang    kali   harus   diambil    keputusan    dalam   menerapkan     secara   praktis pengetahuan     ilmiah.    Semuanya    itu   memperlihatkan      suatu   perpaduan    dari pertimbangan    moral  ilmiah.   Semuanya   itu  memperlihatkan     suatu  perpaduan dari   pertimbangan     moral   ilmiah.   Dalam   hal  ini  dipertanyakan     bagaimana mengkaji    kemampuan     manusia    mengembangkan      ilmu   pengetahuan     guna memanfaatkan    sumber  daya  alam,  dan  bagaimana   memanfaatkan    sumber  daya untuk   membasmi    kemiskinan.

Teknologi      dalam    penerapannya        sebagai     jalur     utama    yang    dapat menyongsong     masa   depan   cerah,   kepercayaannya     sudah   mendalam.    Sikap demikian   adalah  wajar,  asalkan  tetap  dalam  konteks  penglihatan   yang  rasional. Sebab    teknologi,     selain    mempermudah      kehidupan     manusia,    mempunyai dampak  sosial  yang  sering  lebih  penting   artinya  daripada   kehebatan   teknologi itu  sendiri.

Kemiskinan    merupakan    tema   sentral   dari   perjuangan    bangsa,    sebagai perjuangan   yang  akan  memperoleh    kemerdekaan    bangsa  dan  motivasi   funda­ mental  dari  cita-cita   menciptakan    masyarakat   adil  dan  makmur.   Hal  itu sudah sejak  lama  oleh  sarjana   ekonomi   di  banyak   negara   digeluti   dan  dipecahkan, dan  setiap   kali  pula  pemecahannya     1010s dari  genggaman,    dan  berkembang menjadi  masalab  baru.  Berbicara  tentang  masalah  kemiskinan   akan dihadapkan kepada   persoalan   lain,  seperti   persepsi   manusia   terhadap   kebutuhan    pokok, posisi   manusia    dalam   lingkungan     sosial,   dan   persoalan    yang   lebih   jauh; bagaimana   ilmu  pengetahuan    (ekonomi)   dan  teknologi   memanfaatkan    sumber daya  alam  untuk   membasmi    kemiskinan.

IImu  pengetahuan,    teknologi,   dan  kemiskinan    merupakan    bagian-bagian yang    tidak    dapat    dibebaskan      dan   dipisahkan      dari    suatu    sistem    yang berinteraksi,     interelasi,    interdependensi,      dan   ramifikasi    (percabangannya). Dengan   demikian   wajarlah   apabila   menghadapi    masalah   yang  kompleks   ini, memerlukan     studi   mendalam    dan   analisis    interdisipliner     kalau   tidak   mau mencampuradukkan      unsur-unsur    sintesis   dengan   sintesisnya    sendiri.

Maka  usaha  mulia  berikutnya   adalah  untuk  membuatnya   operasional   dalam rangka   social   engineering-nya.     Oleh   sebab   itu  tulisan   ini  hanyalah   bersifat penjajagan  problema, kalau mungkin sampai mencari interelasi,  interaksi, interdependensi,     dan  ramifikasi    dari  berbagai   unsur   sistem   dan  subsistem.


1.    1). ILMU PENGETAHUAN

Di kalangan ilmuwan ada keseragaman  pendapat,  bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis,  empiris, umum, dan akumulatif. Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana  karena  bermacam-macam  pandangan  dan teori  (epistemologi),  di antaranya pandangan Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi. Menurut Decartes ilmu pengetahuan  merupakan  serba budi; oleh Bacon  dan David  Home  diartikan sebagai pengalaman  indera dan batin; menurut Immanuel   Kant  pengetahuan merupakan      persatuan      antara    budi    danpengalaman;        dan   teori   Phyroo mengatakan,  bahwa tidak ada kepastian  dalarna pengetahuan.  Dari berbagai macam   pandangan     tentang    pengetahuan     diperoleh     sumber-sumber pengetahuan  berupa ide, kenyataan, kegiatan akal-budi, pengalaman,  sintesis budi, atau meragukan karena tak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang  pasti.

           Untuk membuktikan  apakah isi pengetahuan  itu benar, perlu berpangkal pada teori-teori  kebenaran  pengetahuan.  Teori pertama bertitik tolak adanya hubungan dalil, di mana pengetahuan dianggap benar apabila dalil (proposisi) itu mempunyai hubungan dengan dalil (proposisi) yang terdahulu. Kedua, pengetahuan itu benar apabila ada kesesuaian dengan kenyataan. Teori ketiga menyatakan,  bahwa pengetahuan  itu benar apabila  mempunyai  konsekuensi praktis  dalam diri yang mempunyai  pengetahuan  itu.


           Banyaknya  teori dan pendapat  tentang pengetahuan   dan kebenaran mengakibatkan  suatu definisi  ilmu pengetahuan  akan mengalami  kesulitan. Sebab, membuat suatu definisi dari definisi ilmu pengetahuan yang dikalangan ilmuwan sendiri sudah ada keseragaman  pendapat, hanya akan terperangkap dalam tautologis (pengulangan tanpa membuat kejelasan) dan pleonasme atau mubazir  saja.

          Untuk mencapai suatu pengetahuan  yang ilmiah dan objektif diperlukan sikap  yang  bersifat   ilmiah.   Bukan   membahas   tujuan   ilmu,   melainkan mendukung  dalam  mencapai  tujuan  ilmu  itu sendiri,  sehingga  benar-benar objektif,  terlepas  dari prasangka  pribadi  yang bersifat  subjektif.  Sikap yang bersifat  ilmiah  itu meliputi  empat hal:

a.         tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif.

b.    Selektif,   artinya  mengadakan   pemilihan   terhadap   problema   yang  dihadapi supaya   didukung    oleh  fakta   atau  gejala,  dan   mengadakan     pemilihan terhadap   hipotesis   yang  ada.

c.     Kepercayaan     yang   layak   terhadap    kenyataan     yang   tak   dapat   diubah maupun   terhadap   alat  indera   dan  budi  yang  digunakan    untuk   mencapai ilmu.

d.    Merasa   pasti   bahwa   setiap   pendapat,    teori,   maupun   aksioma   terdahulu telah  mencapai  kepastian,   namun  masih  terbuka  untuk  dibuktikan   kembali.

2). TEKNOLOGI

         Dari   batasan   di  atas  jelas,   bahwa   teknologi    social   pembangunan memerlukan    semua   science   dan  teknologi   untuk   dipertemukan    dalam menunjang tujuan-tujuan pembangunan, misalnya perencanaan dan programing pembangunan,     organisasi    pemerintah    dan   administrasi    negara   untuk pembangunan  sumber-sumber  insani (tenaga kerja, pendidikan  dan latihan), dan teknik pembangunan khusus dalam sektor-sektor seperti pertanian, industri, dan kesehatan.

         Teknologi  memperlihatkan  fenomenanya  dalam masyarakat  sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis. Jacques Ellul dalam tulisannya berjudul "The Tech­ nological Society" (1964) tidak mengatakan teknologi tetapi teknik, meskipun arti atau maksudnya sarna. Menurut Ellul istilah teknik digunakan tidak hanya untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk memperoleh hasilnya, melainkan totalitas motode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisiensi (untuk memberikan  tingkat  perkembangan)  dalam  setiap bidang  akti.vitas manusia. Batasan ini bukan bentuk teoritis, melainkan perolehan dari aktivitas masing­ masing dan ob=ervasi fakta dari  apa yang disebut  manusia  modern d&ugan perlengkapan  tekniknya.  Jadi  teknik  menurut  Ellul  adalah  berbagai  usaha, metode  dan  cars  untuk  memperoleh  hasil  yang  sudah  distandardisasi   dan diperhitungkan  sebelumnya.

Fenomena  teknik  pada masyarakat  kini,  menurut  Sastrapratedja  (1980)
memiliki  ciri-ciri  sebagai berikut  :

a.     Rasionalitas, artinya tindakan spontak oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan  dengan perhitungan  rasional.

b.    Artifisialitas,     artinya   selalu   membuat   sesuatu   yang   buatan   tidak alamiah.

c.    Otomatisme,       artinya     dalam    hal   metode,     organisasi      dan   rumusan dilaksankaan    serba   otomatis.     Demikian     pula   dengan    teknik    mampu mengelimkinasikan      kegiatan   non-teknis    menjadi   kegiatan   teknis.


d.    Teknis   berkembang    pada   suatu  kebudayaan.

e.    Monisme,    artinya   semua   teknik   bersatu,   saling   berinteraksi    dan  saling bergantung.

f.     Universalisme,     artinya   teknik   melampaui    batas-batas    kebudayaan     dan ediologi,   bahkan   dapat   menguasai    kebudayaan.

g.    Otonomi,   artinya   teknik   berkembang    menu rut  prinsip-prinsip     sendiri.

        Teknologi     yang   berkembang     dengan    pesat,    meliputi    berbagai    bidng kehidupan   man usia.  Masa  sekarang   nampaknya    sulit  memisahkan    kehidupan manusia  dengan  teknologi,   bahkan  sudah  merupakan   kebutuhan   man usia. Awal perkembangan     teknik   yang   sebelumnya    merupakan    bagian   dari   ilmu   atau bergantung     dari   ilmu,   sekarang    ilmu   dapat   pula   bergantung     dari    teknik. Contohnya    dengan   berkembang    pesatnya   teknologi    komputer   dan  teknologi satelit  ruang  angkasa,   maka  diperoleh   pengetahuan   baru  dari  hasil  kerja  kedua produk   teknologi    terse but. 

Luasnya   bidang   teknik,   digambarkan    oleh  Ellul sebagai   berikut   :

1.    Teknik   meliputi   bidang   ekonomi,    artinya   teknik   mampu   menghasilkan barang-barang        industri.

Dengan    teknik,    mampu    mengkonsentrasikan       kapital    sehingga    terjadi sentralisasi    ekonmi.   Bahkan   ilmu  ekonomi   sendiri   terserap   oleh  teknik.

2.         Teknik   meliputi    bidang   organisasi    seperti   administrasi,     pemerintahan, manajemen,   hukum  dan  militer.  Contohnya   dalam  organisasi   negara,  bagi seorang   teknik  negara  hanyalah   merupakan   ruang  lingkup   untuk  aplikasi alat-alat          yang   dihasilkan    teknik.    Negara    tidak   sepenuhnya     bermakna sebagai  ekspresi   kehendak   rakyat,  tetapi  dianggap   perusahaan   yang  harus memberikan          jasa   dan  dibuat   berfungsi    secara   efisien.   Negara   tidak  lagi berurusan  dengan  keadilan  sosial  sebagai  tumpuannya,   melainkan   menurut ahli  teknik   negara   harus  menggunakan    teknik   secara  efisien.

3.         Teknik   meliputi   bidang   manusiawi,    seperti   pendidikan,    kerja,  olahraga, hiburan  dan obat-obatan.   Teknik  telah  menguasai   seluruh  sektor  kehidupan manusia,      manusia   semakin   harus   beradaptasi    dengan   dunia   teknik   dan tidak  ada  lagi  unsur   pribadi   manusia   yang  be bas  dari  pengaruh   teknik.

Pada  masyarakat    teknoJogi,   ada  tendensi   bahwa   kemajuan   adalah   suatu proses   dehumanisasi     secara   perlahan-Iahan     sampai    akhirnya    manusia takluk   pada  teknik.

Teknik-teknik     manusiawi    yang   dirasakan    pada   masyarakat     teknologi, terlihat   dari  kondisi   kehidupan    manusia   itu  sendiri.   Manusia   pada   saat  ini telah  begitu  jauh  dipengaruhi    oleh  teknik.   Gambaran   kondisi   tersebut   adalah sebagai   berikut   :

1.                     Situasi    tertekan.    Manusia    mengalami     ketegangan     akibat    penyerapan teknik-teknik               mekanisme-mekanisme       teknik.   Manusia    melebur    dengan kemanisme   teknik,  sehingga  waktu  manusia  dan pekerjaannya    mengalami pergeseran.           Peleburan     manusia    dengan    mekanisme     teknik,    menuntut kualitas   dari   manusia,    tetapi   manusia    sendiri   tidak   hadir   di   dalamnya atau  pekerjaannya.

Contoh   pada  sistem   industri   ban  berjalan,   seorang   buruh  meskipun   sakit atau   lelah,   atau    pun   ada   berita   duka   bahwa   anaknya    sedang   seka   rat dirumah         sakit,   mungkin    pekerjaan    itu  tidak   dapat   ditinggalkan     sebab akan  membuat   macet  garis  produksi   dan  upah  bagi  temannya.    Keadaan tertekan            dernikian,     akan   menghilangkan      nilai-  nilai   sosial   dan   tidak manusiawi lagi.

2.         Perubahan     ruang    dan   lingkungan     man usia.   Teknik     telah   mengubah lingkungan   manusia  dan hakikat   manusia,  Contoh  yang  sederhana   manusia dalam         hal  makan   atau   tidur   tidak   ditentukan    oleh    lapar   atau   ngantuk tetapi   diatur   oleh  jam.

Alat-alat    transportasi    telah   mengubah   jarak   pol a  komunikasi    man usia. Lingkungan   manusia  menjadi  terbatas,   tidak  berhubungan   dengan  padang rumput,   pantai,   pohon-pohon     atau   gunung   secara   langsung,    yang   ada hanyalah   bangunan   tinggi  yang  padat,  sehingga   sinar  matahari   pagi  hari (banyak    mengandung     sinar   ultra   violet)   tidak   sempat   lagi   menyentuh permukaan    kulit  tubuh   manusia.

3.    Perubahan    waktu   dan  gerak   manusia.   Akibat   teknik,   manusia   terlepas dari   hakikat    kehidupan.     Sebelumnya     waktu   diatur   dan   diukur    sesuai dengan  kebutuhan   dan peristiwa-peristiwa     dalam  hidup  manusia,   sifatnya alamiah   dan  kongkrit.    Tetapi   sekarang    waktu   menjadi   abstrak   dengan pembagian            jam,   menit   dan   detik.   Waktu   hanya   mempunyai    kuantitas belaka   tidak   ada  nilai   kualitas    manusiawi    atau   sosial,   sehingga    irama kehidupan                  harus    tunduk    kepada    waktu    yang    mengkanistis      dengan mengorbankan     nilai  kualitas   manusiawi   dan  nilai  sosial.

4.         Terbentuknya     suatu   masyarakat    massa.   Akibat   teknik,   manusia   hanya membentuk           masyarakat      massa,     artinya     ada   kesenjangan       sebagai masyarakatkolektif.      Hal  ini dibuktikan   bila  ada  perubahan   norma  dalam masyarakat         maka   akan   muncul    kegoncangan.     Masyarakat     kita   masih memegang        nilai-nilai    asli  (primordial)    seperti   agama   atau  adat  istiadat secara   ideologis,   akan  tetapi   struktur   masyarakat    atau  pun  dunia  norma pokoknya   tetap  saja hukum  ekonomi,   politik  at au persaingan   kelas.  Proses sekularisasi   sedang  berjalan   seara  tidak  disadari.   Proses  massafikasi   yang melanda   kita dewasa   ini, telah  menghilangkan    nilai-nilai   hubungan   sosial suatu  komunitas.   Padahal   individu   itu perlu  hubungan   sosial.  Terjadinya neurosa   obsesional   atau  gangguan   syaraf  menurut   beberapa   ahli,  sebagai akibat   hilangnya    nilai-nilai    hubungan    sosial;

Yaitu  kegagalan   adaptasi   dan  penggantian    relasi-relasi    komunal   dengan relasi   yang  bersifat   teknis.   Struktur   sosiologis    massal     dipaksakan    oleh kekuatan-kekuatan     teknik  dan   kebijaksanaan    ekonomi   (produk   industri), yang  melampaui    kemampuan    man usia.


5.    Teknik-teknik    manusiawi    dalam   arti  ketat.

Artinya,  teknik-teknik   manusiawi   harus   memberikan   kepada  manusia  suatu kehidupan   manusia  yang  sehat  dan  seimbang,   bebas  dari  tekanan-tekanan. Teknik   harus   menyelaraskan     diri   dengan    kepentingan     manusia    bukan sebaliknya.   Melalui   teknik  bukan  berarti   menghilangkan    kodrat   manusia itu sendiri,  tetapi  perlu  memanusiakan   teknik.  Manusia  bukan  objek  teknik tetapi   sebagai   subjek   teknik.

Kondisi   sekarang    sering   manusia    itu  menjadi     objek   teknik   dan  harus selalu   menyesuaikan    diri   dengan   teknik.

Akibat   kondisi   yang   dipaparkan    tadi,   dampak   teknik   itu  sendiri   bagi manusia    sudah   dirasakan    dan   fenomenannya      nampak.    Seperti:    anggapan para   ahli   teknik   bahwa   manusia    hanyalah    mitos   abstrak,    manusia    mesin (manusia   mengadaptasikan      diri  kepada   mesin),   penerapan    teknik   memecah belah   manusia    (tidak    ada   kesempatan     mengembangkan      kepribadiannya), timbul   kemenangan    pada  alam  tak  sadar,   simbol-simbol     tradisional    diganti dengan  teknik,  terbentuknya    manusia-massa    (gaya  hidup  dibentuk   oleh  iklan) dan    nampak     teknik     sudah    mendominasi       kehidupan      manusia     secara menyeluruh.

Adapun   Alvion  Toffler   (1970)  mengumpamakan     "teknologi"    itu  sebagai mesin  yang besar atau  sebuah   akselerator    (alat  mempercepat)    yang  dahsyat, dan  ilmu  pengetahuan   sebagai  bahan   bakarnya.    Dengan   meningkatnya    ilmu pengetahuan   secara  kuantitatif   dan kualitatif,  maka  kian  meningkat   pula  proses akselerasi     yang   ditimbulkan     oleh   mesin   pengubah, lebih-lebih teknologi mampu   menghasilkan    teknologi   yang  lebih  banyak   dan  lebih  baik  lagi.

Ilmu   pengetahuan    dan  teknologi    merupakan    bagian-bagian     yang   dapat dibeda-bedakan,     tetapi   tidak  dapat   dipisah-pisahkan     dari  suatu   sistem   yang berinteraksi     dengan   sistern-sistern     lain   dalam    kerangka     nasional    seperti kemiskinan.     Maka   ada   interrelasi,    interaksi,     dan   interdependensi       antara kemiskinan    dan  sistem   at au  subsistem    "ilmu  pengetahuan    dan  teknologi".

Saat  ini  sudah  dikonstantasi,    bahwa   negara-negara    teknologi   maju  telah memasuki   tahap superindustrialisme,      melalui   inovasi   teknologis   tiga  tahap   : (a)  ide  kreatif,   (b)  penerapan  praktisnya,    dan  (c)  difusi  at au penyebarluasan dalam   masyarakat.     Ketiga   tahap   ini merupakan    siklus   yang   menimbulkan bermacam-macarn     ide  kreatif   baru  sehingga   merupakan  reaksi  berantai   yang disebut   proses   perubahan.

Dengan   semakin   meningkatnya    teknologi,    tempat   proses   perubahan    itu tidak   dapat  dipandang    "normal"    lagi,   dan   tercapailah     akselerasi    ekkstern maupun   intern   (psikologis)   yang   merupakan    kekuatan    sosial   yang   kurang mendalam   dipahami.

Dalam  hal akselerasi apabila  masa  depan  itu menyerbu   masa  kini  dengan kecepatan    yang  terlampau    tinggi,   maka   masyarakat    atas   dapat   mengindap penyakit     "progeria",     yakni tingkat    menua    yang   lanjut    sekalipun     secara kronologis    usianya    belum   tua Bagi  masyarakat     semacam    itu,   perubahan tersebut   seolah-olah    tidak  dapat  dikendalikan    lagi, kemudian   dicari  semacam kekebalan    diplomatik    terhadap    perubahan.    Tak   mustahil    pula  akan   timbul future  shock  at au  "kejutan   masa  depan" yaitu  sesuatu   penderitaan    fisik  dan atau  mental  yang  timbul   apabila   sistem  adaptif   fisik  dari  organisme   manusia itu, beserta proses pembuatan  keputusannya terlampau  banyak dilewati  daya dukungnya,


Akselerasi   perubahan   secara   drastis   dapat   mengubah   mengalirkan "situasi". Dalam hal ini situasi dapat dianalisis menurut lima komponen dasar, yaitu (1)  benda, (2) tempat, (3) manusia, (4) organisasi dan (5) ide. Hubungan kelima komponen  itu, ditambah  dengan faktor waktu, membentuk  kerangka pengalaman  sosial.


3. ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN NILAI

Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.Penerapan  ilmu pengetahuan  khususnya  teknologi  sering kurang memperhatikan  masalah  nilai, moral atau segi-segi  manusiawinya.  Keadaan demikian tidak luput dari falsafah pembangunannya  itu sendiri, dalam menentukan  pilihan  antara  orientasi  produksi dengan  motif  ekonomi  yang kuat, dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusiaan yang terkadang  harus dibayar  lebih mahal.


Istilah   ilmu   di  atas,   berbeda   dengan   istilah   pengetahuan.     Ilmu   adalah diperoleh  melalui kegiatan  metode  ilmiah  atau epistemologi.   Jadi,  epistemologi merupakan   pembahasan   bagaimana  mendapatkan    pengetahuan.    Epistemologi ilmu  terjamin   dalam  kegiatan   metode   ilmiah. Metode  ilmiah  adalah  kegiatan menyusun   tubuh  pengetahuan   yang  bersifat  logis,  penjabaran  hipotesis  dengan deduksi   dan  verifikasi    atau  menguji   kebenarannya     secra   faktualSehingga kegiatannnya      disingkat     menjadi    logis-hipotesis-verifikasi          atau   deduksi­ hipotesis-verifikasi.      Sedangkan   pengetahuan    adalah  pikiran   atau  pemahaman di  luar  atau  tanpa kegiatan   met ode  ilmiah,   sifatnya   dapat  dogmatis,    banyak spekulasi   dan  tidak   berpijak  pada   kenyataan    smpiris.    Sumber   pengetahuan dapat  berupa   hasil  pengalaman    berdasarkan   akal  sehat  (common   sense)  yang disertai  mencoba-coba,    intuisi  (pengetahuan    yang  diperoleh  tanpa  penbalaran) dan  wahyu  (merupaklan    pengetahuan    yang  diberikan   Tuhan  kepada  para nabi atau  utusannya).

Ilmu pengetahuan   pada dasarnya  memiliki  tiga komponen  penyangga  tubuh pengetahuan   yang  disusunnya   yaitu:  ontologis,   epistemologis    dan  aksiologis. Epistemologis seperti diuraikan  di muka,  hanyalah   merupakan   cara  bazaimana materi     pengetahuan        diperoleh       dan   disusun      menjadi      tubuh     pengetahuan. Ontologis     dapa diartikan     haklikat    apa  yandikaj oleh   pengetahuan,      sehingga jelas    ruang     lingkup     wujud    yang   menjadi     objek   penelaahannya.        Ata dengan kata  lain  ontologis    merupakan     objek   forma dari  suatu  pengetahuan.      Komponen Aksiologis      adalah    asas   menggunakan       ilm pengetahuan     atau  fungsi    dari   ilmu pengetahuan.      Ketiga   komponen     ontologis,    epistemologisdan aksiologis   tersebut erat   kaitannya      dengan    nila ata nila moral.

        Komponen      ontologis      kegiatannnya       adalah    menafsirkan       hikayat     realitas yan ada,  sebagaimana      adanya    (das   sein),   melalui    desuksi-desuksi        yan dapat diuji    secara    
fisik Artinya     ilmu    harus    be bas   dari    nilai-nilai      yang    sifatnya dogmatik.     I1mu  menurut   pendekatan     ontologis    adala pembebas    dogma-dogma. Hal   ini   dibuktikan       oleh    kasus   Galileo     (1564-1642)       yang    menolak      dogma agama     yang     menyaakan        "rnatahari      berputar       mengelilingi         burni".      sebab pernyataan        terse  but    tidak     sesuai      dengan     hakikat      yang     ada    atau     fakta sebagaimana         ditemukan        Copernicus        (1473
1543)         bahwa     bumilah       yang mengelilingi       matahari.     Sifat-sifat      dogmatik     inilah   
yan harus    dijauhi    dalam argumentasi       ilmiah.    Jalan    pikiran     kita   sampai    kepada    ilmu  pengetahuan       itu sebagai     ala untuk    mewujudkan       tujuan-tujuan       yang    mencerminkan       harapan (das    sollen)     dengan    jalan     mempelajari       sebagaimana       adanya     (das    sein).    Di sinilah,    leta kaitannya    ilmu  dengan    mora atau  nilai  dari  pendekatan     ontologis.

        Komponen      epistemologis        berkaitan      dengan     nilai    at a moral    pada    saat proses   logis-hipotesis-verifikasi.             Sikap    moral    implisit     pada    proses    tersebut. Asas   mora yanterkait    secara    ekplisit    yaitu   kegiatan     ilmiah    haru ditujukan kepada    pencarian     kebenaran      dengan    jujur    tanpa    mendahulukan        kepentingan kekuatan     argumentasi      pribadi.

         Komponen      aksiologis      artinya     lebih    lengket    dengan     nila ata moral.    di mana   ilmu  harus    digunakan      da dimanfaatkan       demi    kemaslahatan       manusia. I1mu   adalah    bukan    tujuan     tetapi     sebagai      alat    atau    sarana     dalam     rangka meningkatkan      taraf  hidup  manusia,    dengan    memperhatikan       dan  mengutamakan kodrat    da martabat     manusia    serta menjaga     kelestarian      lingkungaalami.


         Kaitan   ilmu  dan  teknologi    dengan   nilai  atau  moral,   berasal   dari  ekses penerapan    ilmu
dan  teknologi    sendiri Dalam   hal  ini  sikap  ilmuwan   dibagi menjadi   dua  golongan    :


1)   Golongan    yang   menyatakan    ilmu   dan  teknologi    adalah   bersifat    netral terhadap   nilai-nilai   baik  secara  ontologis   maupun   secara  aksiologis,    soal penggunaannya         terserah kepada  si ilmuwan   itu sendiri,  apakah  digunakan untuk   tujuan   baik   atau   tujuan   buruk.  Golongan    ini  berasumsi    bahwa kebenaran           itu   dijunjung     tinggi    sebagai     nilai,   sehingga     nilai-nilai kemanusiaan     lainnya   dikorbankan    demi  teknologi.

2)   Golongan   yang  menyatakan    bahwa  ilmu  dan  teknologi   itu bersifat   netral hanya  dalam   batas-batas      metafisik      keilmuwan,      sedangkan      dalam penggunaan          dan penelitiannya    harus  berlandaskan    pada  asas-asas   moral at au nilai-nilai.   golonga ini berasumsi   bahwa  ilmuwan   telah  mengetahui ekses-ekses yang  terjadi   apabila   ilmu  dan teknologi   disalahgunakan.


         Rangkaian    pengembangan     ilmu   dan   teknologi    yang   dimulai    dengan    : penelitian   dasar, penelitian   terapan pengembangan    teknologi   dan  penerapan teknologi,    mau   tidak   mau   harus  dilanjutkan    dengan   evaluasi    ethis-politis­ religius.    Alvin   Toffler    (1970),    mengatakan    jangan   menyepelekan     anjuran pengendalian    teknologi    melalui   filter   kelembagaan
masyarakat    seperti   nilai  dan  moral sebab  kurangnya    kendali   demikian konsekuensinya     jauh  lebih   buruk Upaya   untuk   menjinakkan     teknologi    di antaranya    :


1)   Mempertimbangkan      atau   kalau   perlu   mengganti    kriteria    utama   dalam menolak   at au menerapkan     suatu  inovasi   teknologi   yang  didasarkan   pada keuntungan   ekonomi atau  sumbangannya    kepada  pertumbuhan   ekonomi.

2)   Pada  tingkat   konsekuensi    sosial,   penerapan     teknologi    haru merupakan hasil  kesepakatan     ilmuan   sosial  dari  berbagai   disiplin   ilmu.

4. KEMISKINAN

Kemiskinan  lazimnya  dilukiskan  sebagai kurangnya  pendapatan  untuk memenuhi    kebutuhan    hidup   yang   pokok dikatakan    berada   di  bawah   garis kemiskinan   apabila  pendapatan   tidak  cukup  untuk  memenuhi   kebutuhan   hidup yang  paling  pokok  seperti  pangan,  pakaian tempat  berteduh,   dll.  (Emil  Salim,
1982).

Kemiskinan    merupakan    tema   sentral   dari   perjuangan    bangsa sebagai inspirasi   dasar  dan  perjuangan    akan  kemerdekaan    bangsa,   dan  motivas fun­ damental   dari cita-cita   menciptakan    masyarakat    adil  dan  makmur.

Gari kemiskinan,    yang   menentukan    bata minimum    pendapatan    yang    diperlukan   untuk  memenuhi   kebutuhan   pokok,  bisa  dipengaruhi    oleh  tiga  hal:

(1)    persepsi    manusia   terhadap    kebutuhan    pokok   yang   diperlukan,    (2) posisi  manusia   dalam  lingkungan   sekitar,  dan  (3) kebutuhan   objektif   manusia untuk   bisa  hidup  secara   manusiawi.

Persepsi  manusia  terhadap  kebutuhan   pokok  yang  diperlukan   di pengaruhi oleh  tingkat   pendidikan,    adat-istiadat,    dan  sistem  nilai  yang  dimiliki Dalam hal  ini  garis  kemiskinan    dapat  tinggi   atau  rendah Terhadap    posis manusia dalam   lingkungan    sosial,  bukan  ukuran   kebutuhan    pokok  yang  menentukan,melainkan     bagaimana     posis pendapatannya      ditengah-tengah      masyarakat sekitarnya.    Kebutuhan   objektif   manusia   untuk  bisa  hidup  secara   manusiawi ditentukan    oleh  komposisi   pangann   apakah   bernilai   gizi  cukup   dengan   nilai protein   dan  kalori   cukup   sesuai   dengan   tingkat   umur,  jenis   kelamin,    sifat pekerjaan,    keadaan   iklim  dan  lingkugan   yang  dialaminya.

Kesemuanya    dapat   tersimpul    dalam   barang   dan  jasa   dan   tertuangkan dalam   nilai  uang  sebagai   patokan   bagi  penetapa pendapatan    minimal   yang diperlukan,     sehingga    garis   kemiskinan    ditentukanoleh     tingkat   pendapatan minimal   (versi  Bank  Dunia  di kota  75 dolar  AS,  dan  di desa  50 dollar  AS per jiwa    setahun,     1973).  Menurut    Prof.   Sayogya    (1969),   garis   kemiskinan dinyatakan    dalam   rp/tahun,    ekuivalen    dengan    nilai   tukar   beras   (kg/orang/ bulan yaitu   untuk   des 320 kg/orang/tahun     dan  untuk   kota  480 kg/orang/ tahun).

Atas dasar  ukuran  ini maka  mereka  yang  hidup  di bawah  garis  kemiskinan memiliki   ciri-ciri   sebagai   berikut   :

a.     tidak  memiliki  faktor  produksi   sendiri  seperti   tanah,  modal,  keterampilan, dsb.;

b.    tidak   memiliki   kemungkinan    untuk  memperoleh     asset  produksi   dengan kekuatan    sendiri.   seperti    untuk   memperoleh    tanah   garapan   atau  modal usaha:

c.    tingkat   pendidikan    mereka   rendah,   tidak   sampai     tamat   sekolah    dasar karen harus   membantu   orang    tua  mencari   tambahan   penghasilan;

d.     kebanyakan     tinggal    di  desa   sebagai    pekerja     bebas   self   employed), berusaha   apa  saja;

e.    banyak    yang    hidup    di   kota   berusia     muda,    dan   tidak    mempunyai keterampilan.


         Kemiskinan   menurut  orang  lapangan  (umum)  dapat  dikategorikan   kedalam tiga unsur:  (I) kemiskinan   yang  disebabkan   handicap  badaniah  ataupun  mental seseorang,     (2)   kemiskinan    yang   disebabkan     oleh   bencana    alam,   dan   (3) kemiskinan    buatan.   Yang  relevan   dalam   hal ini  adalah   kemiskinan    buatan, buatan   manusia    terhadap    manusia    pula   yang   disebut dengan   kemiskinan struktural.ltulah    kemiskinan   yang timbul  oleh dan dari struktur-struktur    (buatan manusia) baik  struktur   ekonomi,   politik sosial,   maupun   kultur.
Kemiskinan   buatan  ini, selain  ditimbulkan   oleh  struktur  ekonomi,   politik, sosial, dan kultur, juga dimanfaatkan   oleh sikap "penenangan atau "nrimo", memandang     kemiskinan     sebagai  nasib,   malahan    sebagai    takdir    Tuhan.



         Kemiskinan     menjadi    suatu   kebudayaan     (culture    of  provierty)     atau   suatu subkultur,   yang  mempunyai    struktur   dan   way   of  life   yang   telah   menjadi turun-ternurun     melalui   jalur  keluarga.    Kemiskinan    (yang   membudaya)     itu disebabkan    oleh   dan   selama   proses  perubahan    sosial   secara   fundamental, seperti   transisi   dari   feodalisme    ke  kapitalisme,    perubahan    teknologi    yang cepat,  kolonialisme,    dsb. Obatnya  tidak  lain adalah  revolusi  yang sarna radikal dan  meluasnya.Karena  kemiskinan   di antarany disebabkan   oleh  struktur  ekonomimaka terlebih   dahulu   perlu  memahami    inti  pokok  dari  suatu  "struktur".    Inti  pokok dari  struktur  adala realisasi   hubungan    antara   suatu   subjek   dan  objek dan an tara  subjek-subjek   komponen-kornponen     yang  merupakan   bagian  dan  suatu sistem Maka  permasalahan    struktur  yang  penting   dalam  hal  ini  adalah  pola relasi Ini  mencakup    masalah   kondisi   dan  posisi  komponen    (subjek-subjek) dari  struktur   yang  bersangkutan    dalam  keseluruhan    tat a susunan   at au  sistem dan  fungsi  dari  subjek  atau  komponen   tersebut   dalam  keseluruhan    fungsi  dan sistem.Pola  relasi  dari  struktur   ini, yang  urgen  adalah  struktur  dalam  soal  sosial­ ekonomi meskipun  struktur   lainnya   mcnentukan.    Pola  relasi   dalam   struktur sosial  ekonomi   ini  dapa diuraikasebagai   berikut   :

a.     Pola  relasi  an tara  manusia   (subjek dengan    sumber-sumber    kemakmuran ekonomi   seperti   alat-ala produksi,   fasilitas-fasilitas     negara perbankan, dan  kekayaan    sosial.   Apakah   ini  dimiliki disewa bagi-hasil,    gampang at au  sulit  bagi  at au  oleh  subjek   terse but.

b.    Pola  relasi  antara  subjek  dengan  hasil  produksi.   Ini menyangkut    masalah distribus hasil,  apakah   memperoleh    apa  yang  diperlukan      sesuai  dengan kelayakan    derajat   hidup    manusiawi.

c.     Pola  relasi  an tara subjek  atau kornponen-komponen     sosial-ekonomi    dalam keseluruhan    mata  rantai   kegiatan   dengan   bantu an  sistem   produksi.