Sabtu, 16 Januari 2016

Tugas ISD BAB 10

PRASANGKA DISKRIMINASI DAN ETNOSENTRISME



1. Perbedaan Prasangka dan Diskriminasi

            Sikap yang negatif terhadap suatu, disebut prasangka. Walaupun dapat kita garis bawahi bahwa prasangka dapat juga dalam pengertian positif. Tidak sedikit orang – orang yang mudah berprasangka, namun banyak juga orang – orang yang lebih sukar untuk berprasangka. Kepribadian dan intelekgensia, juga faktor lingkungan cukup berkaitan dengan munculnya prasangka.

            Dalam kondisi persaingan untuk mencapai akumulasi materil tertentu, atau untuk meraih status sosial bagi suatu individu atau kelompok sosial tertentu, pada suatu lingkungan/wilayah di mana norma – norma dan tata hukum dalam kondisi goyah, dapat merangsang munculnya prasangka dan diskriminasi dapat dibedakan dengan jelas. Prasangka bersumber dari suatu sikap, diskriminasi menunjuk kepada suatu tindakan. Dalam pergaulan sehari – hari sikap berprasangka dan diskriminasi seolah – olah menyatu, tidak dapat dipisahkan.

            Seorang yang mempunyai prasangka rasial, biasanya bertindak diskriminasi terhadap ras yang diprasangkainya. Walaupun begitu, biasa saja seseorang bertindak diskriminatif tanpa berlatar belakang pada suatu prasangka. Demikian juga sebaliknya, seseorang yang berprasangka dapat saja berperilaku tidak diskriminatif.

           

1.1. Sebab – sebab Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi

(a) Berlatar belakang sejarah

      Orang kulit putih di Amerika Serikat berprasangka negatif terhadap orang Negro, berlatar belakang pada masa lampau, bahwa orang kulit putih sebagai tuan dan orang Negro berstatus sebagai budak. Walaupun reputasi dan prestasi orang Negro ini dapat dibanggakan, terutama dalam bidang olahraga.

(b) Dilatarbelakangi oleh perkembangan sosio – kultural dan situasional

      Suatu prasangka muncul dan berkembang dari suatu individu terhadap individu lain, atau terhadap kelompok sosial tertentu manakala terjadi penurunan status atau terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh pimpinan Perusahaan terhadap karyawaannya.

(c) Bersumber dari faktor kepribadian

      Keadaan frustasi dari beberapa orang atau kelompok sosial tertentu merupakan kondisi yang cukup untuk menimbulkan tingkah laku agresif. Para ahli beranggapan bahwa prasangka lebih dominan disebabkan tipe – tipe kepribadian orang tertentu.

(d) Berlatar belakang dari perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
      Prasangka yang berakar dari hal – hal tersebut di atas dapat diakibatkan sebagai suatu prasangka yang bersifat universal. Beberapa diantaranya : konflik Irlandia Utara – Irlandia Selatan , perang Vietnam , pendudukan Afganistan oleh Uni Sovyet , konflik di lingkungan negara Amerika Tengah dan Afrika lebih banyak bermotifkan ideologi , politik , dan strategi politik global.

1.2. Daya upaya untuk mengurangi/menghilangkan prasangka dan diskriminasi

a. Perbaikan kondisi sosial ekonomi

      Pemerataan pembangunan dan usaha peningkatan pendapatan bagi warga negara Indonesia yang masih tergolong di bawah garis kemiskinan akan mengurangi adanya kesenjangan – kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin. Prasangka – prasangka ketidakadilan dalam sektor perekonomian antara kelompok kuat dan kelompok ekonomi lemah sedikit banyak dapat dikurangi dan akhirnya akan sirna.  Pada sisi lain mereka yang tergolong dalam kelompok ekonomi kuat, harus selalu menyadari bahwa kesenjangan sosial yang berkepanjangan antara kelompok ekonomi kuat dengan kelompok ekonomi lemah yang mayoritas itu, akan menjadi titik rawan.

b. Perluasan kesempatan belajar

      Adanya usaha – usaha pemerintah dalam perluasan kesempatan belajar bagi seluruh warganegara Indonesia , paling tidak dapat mengurangi prasangka bahwa program pendidikan , terutama pendidikan tinggi hanya dapat dinikmati oleh kalangan masyarakat menengah dan kalangan atas. Untuk mencapai jenjang pendidikan tertentu di perguruan tinggi memang mahal , disamping itu harus memiliki kemampuan otak dan modal.  Jika mereka beruntung memiliki kemampuan otak maka mereka akan mudah mendapatkan keringanan biaya salah satunya lewat beasiswa. Namun bagi mereka yang tidak beruntung maka haruslah berusaha keras untuk meraih keringanan – keringanan biaya melalui kemampuan mereka diluar akademik. Dengan memberi kesempatan luas untuk mencapai tingkat pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi bagi seluruh warga negara indonesia tanpa kecuali , prasangka dan perasaan tidak adil pada sektor pendidikan cepat atau lambat akan hilang lenyap.

c. Sikap terbuka dan sikap lapang

      Harus selalu kita sadari bahwa berbagai tantangan yang datang dari luar ataupun yang datang dari dalam negeri , semuanya akan dapat merongrong keutuhan negara dan bangsa. Berbagai ideologi secara historis pernah mendapat tempat dan berkipra di republik ini , bukan mustahil akan mengambil manfaat kemajemukan kultur , status dan kelas masyarakat. Bukan tidak mungkin kalau mereka memanfaatkan situasi berprasangka , resah , dan kemelut. Apalagi dalam suasana transisi masa satu asas , berbagai pengaruh dan kemungkinan itu tidak boleh diremehkan begitu saja. Dengan berbagai sikap unggul , diharapkan akan berkelanjutan dengan sikap saling percaya , saling menghargai , saling menghormati dan menjauhkan diri dari sikap berprasangka. Dilandasi dengan sikap tersebut akan muncul sikap terbuka , sikap lapang , untuk menerima kritik , suatu makna dari perbedaan pendapat yang wajar dalam kemajemukan masyarakat Indonesia. 

2. Etnosentrisme

            Setiap suku bangsa atau ras tertentu akan memiliki ciri khas kebudayaan , yang sekaligus menjadi kebanggaan mereka. Suku bangsa , ras tersebut dalam kehidupan sehari – hari bertingkah laku sejalan dengan norma – norma , nilai – nilai yang terkandung dan tersirat dalam kebudayaan tersebut.

            Etnosentrisme nampaknya merupakan gejala sosial yang universal , dan sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar. Dengan demikian etnosentrisme merupakan kecendrungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannya sendiri. Etnosentrisme dapat menjadi penyebab utama kesalah pahaman dalam berkomunikasi.

           

  

Minggu, 10 Januari 2016

TUGAS ISD BAB 9




AGAMA DAN MASYARAKAT
  
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan religi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf.

Peraturan agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal – hal yang normatif atau menunjuk kepada hal – hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan. Karena latar belakang sosial yang berbeda dari masyarakat agama, maka masyarakat akan memiliki sikap dan nilai yang berbeda pula. Kebutuhan dan pandangan kelompok terhadap prinsip keagamaan yang berbeda – beda, kadang kala kepentingannya dapat tercermin atau tidak sama sekali. Karena itu kebhinekaan kelompok dalam masyarakat akan mencerminkan perbedaan jenis kebutuhan keagamaan.

Salah satu kasus akibat tidak terlembaganya agama adalah “anomi”, yaitu keadaaan disorganisasi sosial di mana bentuk sosial dan kultur yang telah mapan menjadi ambruk. Hal ini disebabkan oleh hilangnya solidaritas apabila kelompok lama di mana individu merasa aman dan responsif dengan kelompok tersebut cenderung ambruk. Kedua, hilangnya konsensus atau tumbangnya persetujuan terhadap nilai – nilai dan norma (bersumber dari agama) yang memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.

1). Fungsi Agama

Untuk mengetahui fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga aspek tersebut merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan, sejauh mana fungsi lembaga agama dalam memelihara sistem, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan sebagai suatu sistem, dan sejauh manakah agama dalam mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya.

Sebagai kerangka acuan penelitian empiris, teori fungsional memandang masyarakat sebagai suatu lembaga sosial yang seimbang. Manusia mementaskan dan menolakan kegiatannya menurut norma yang berlaku umum, peranan serta statusnya. Lembaga yang demikian kompleks ini secara keseluruhan merupakan sistem sosial, di mana setiap unsur dari kelembagaan itu saling tergantung dan menentukan semua unsur lainnya.

Teori fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dari ide – ide, gagasan, nilai – nilai, norma – norma, peraturan, dan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas – aktivitas manusi – manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lain, setiap saat mengikuti pola – pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan, bersifat kongkret terjadi di sekeliling.

Manusia yang berbudaya menganut berbagai nilai, gagasan, dan orientasi yang terpola mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga situasi, di mana peranan dipaksakan oleh sanksi positif dan negatif, menolakan penampilannya, tetapi yang bertindak, berpikir, dan merasa adalah individu.

Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial yang dominan dalam terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama, dan termasuk konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan mendasar yang dapat dipenuhi kebutuhan nilai – nilai duniawi.

Fungsi agama dalam pengukuhan nilai – nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikokohkan dengan sanksi – sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.

Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota – anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban – kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.

Fungsi agama sebagai sosialisasi individu adalah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya.
           

c. Masyarakat – masyarakat Industri Sekular
                                   
                        Masyarakat industri bercirikan dinamika dan semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian – penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah penyesuaian – penyesuaian dalam hubungan – hubungan kemanusiaan sendiri.

                        Pada umumnya kecendrungan sekularisasi mempersempit ruang gerak kepercayaan – kepercayaan dan pengalaman – pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggota – anggotanya.


2). Pelembagaan Agama

          Agama begitu universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Dimensi ini mengidentifikasi pengaruh – pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan di dalam kehidupan sehari – hari. Terkandung makna ajaran “kerja” dalam pengertian teologis.

            Dimensi keyakinan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis, namun hubungan – hubungan antara keempatnya tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.

            Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh.

            *). Masyarakat yang terbelakang dan nilai – nilai sakral

Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat – sifatnya :

-          Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem nilai masyarakat secara mutlak.

-          Dalam keadaan lembaga lain selain keluarga relatif belum berkembang, agama jelas menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini nilai – nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan.


*). Masyarakat – masyarakat Praindustri yang sedang berkembang

      Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat ini, tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sakral dan yang sekular itu sedikit banyaknya masih dapat dibedakan.